Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan
asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan
letak geografisnya, Tahura Ngurah Rai terletak pada segi tiga emas pusat
pariwisata Bali. Di sebelah timur terletak Pantai Sanur, di sebelah barat
Pantai Kuta dan di sebelah selatan Kawasan Wisata Nusa Dua. Akses menuju Tahura
Ngurah Rai juga sangat mudah karena dekat dari pusat Kota Denpasar dan juga dari Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung.
Selain terletak dikawasan
yang strategis, pesona Taman Hutan Raya Ngurah
Rai disebabkan oleh panorama khas hutan mangrovenya. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis
yang mempunyai manfaat ganda baik dari
aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Manfaat ekonomis diantaranya
terdiri atas hasil berupa kayu (kayu
bakar, arang, kayu konstruksi) dan Manfaat
ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan
ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :
Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, proteksi terhadap gelombang atau angin kencang, Pengendali intrusi air laut, Habitat berbagai jenis
fauna, Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis
ikan dan udang, Pembangun lahan melalui proses sedimentasi, Memelihara kualitas
air (meredukasi polutan, pencemar air), dan juga sebagai Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang
relatif tinggi disbanding tipe hutan lain.
Karena alasan diatas kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai kemudian
menjadi daya tarik bagi para pemilik modal untuk mengembangkan usaha akomodasi
pariwisata khususnya sarana wisata alam pada kawasan tersebut. Pengusahaan sarana wisata alam pada kawasan taman hutan raya
memang dimungkinkan oleh beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 44). Namun bukan berarti pembenaran dengan alasan demi kepentingan
pariwisata dan peningkatan PAD sehingga memberikan izin kepada investor untuk mengelola hutan
mangrove tersebut yang dikhawatirkan dapat dapat merusak hutan mangrove
dan lingkungan disekitar, mengingat pentingnya
peranan hutan mangrove bagi kawasan pesisir .
Apalagi menurut BAPPEDA Provinsi Bali Luas Kawasan Hutan di Bali semakin
sempit, saat ini di Bali proporsi kawasan hutan hanya 23% kurang dari target
30% luas wilayah Bali seperti yang diamanatkan dalam Perda RTRWP Bali pasal 59
ayat (3) huruf b yang menyatakan (3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan
rakyat, mencakup: b. mendukung
pencapaian tutupan vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas
wilayah Pulau Bali. sehingga amanat dari Perda RTRWP Bali belum terpenuhi
karena saat ini Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas 7%. Logikanya adalah
seharusnya Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali menambah kawasan hutan di Bali.
Faktanya saat ini Pemerintah Provinsi Bali dengan Jargon Bali Clean and Greennya terlihat hanya sebatas wacana, dibuktikan
dengan dikeluarkannya izin prinsip terhadap pemanfaatan Taman
Hutan Raya Ngurah Rai oleh Gubernur Bali kepada PT Tirta Rahmat
Bahari seluas 102,22 ha melalui SK No 523.33/873/dishut-4
tertanggal 29 Juli 2011, atas izin prinsip itulah pihak dirjen perlindungan Hutan dan Konservasi alam mengeluarkan SK 77/IV-SET/2012
tertanggal 9 mei 2012. Setelah itu keluarlah Keputusan Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12 diterbitkan pada tangal 27 juni
2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan
kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat
Bahari.
Timbul
pertanyaan kemudian Bagaimana konsistensi Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Bali didalam menjaga lingkungan di Bali, apakah Jargon Bali Clean and Green yang selama ini selalu
dikampanyekan oleh Gubernur Bali hanya sebuah
kebohongan dan menjadi lips service dari Gubernur Bali saja. Selain hal tersebut patut juga dicurigai
adanya orang yang mempunyai kedekatan dengan Gubernur Bali berada dibalik PT
Tirta Rahmat Bahari, karena proses perijinan pengelolaan kawasan TNR seluas
102,22 ha sangat mudah dan cepat sampai-sampai DPRD Provinsi Bali sebagai
lembaga Legislatif yang mengawasi Gubernur tidak mengetahui Gubernur Bali telah
mengeluarkan izin untuk mengelola kawasan TNR seluas 102,22 ha.
Apabila dengan alasan peningkatan PAD dan juga karena
besarnya biaya untuk perawatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai dijadikan alasan
untuk memberikan pengelolaan hutan mangrove kepada investor, mengapa Pemerintah
Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali tidak memberikan kesempatan kepada
masyarakat setempat untuk mengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai? Sebagai contoh
saja di Desa Pakraman Padangtegal Ubud, Monkey Forest dikelola oleh desa adat, dan
sampai sekarang hutan disana tetap terjaga dan memberikan banyak manfaat kepada
masyarakat, bahkan menjadi penghasil terbesar bagi desa. Seharusnya pemerintah
Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali harus mengkaji ulang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari mengingat pentingnya
fungsi dari hutan mangrove tersebut dan untuk menunjukan bahwa pemerintah Provinsi
Bali benar-benar menjalankan program bali clean and greennya.
Mahatma Gandhi Mengatakan
bahwa Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk
satu kerakusan. #SaveMangrove
Tidak ada komentar:
Posting Komentar