Minggu, 21 Oktober 2012

Izin Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali Janggal!



Lumayan banyak pengguna twitter yang berdiskusi tentang keluarnya izin pemanfaatan hutan mangrove oleh Gubernur Bali seluas 102,22 Hektar kepada investor, timeline twitterpun di penuhi argument orang-orang yang Pro dan Kontra. Disini saya dan teman-teman hanya memberikan analisa kecil mengapa izin pemanfaatan hutan mangrove kepada investor itu harus dicabut oleh pemerintah provinsi Bali dalam hal ini Gubernur :

a). Yang pertama adalah proses keluarnya izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai kepada investor seluas 102,22 hektar :

Dari segi legalformal pengeluaran izin tersebut dapat dikatakan sudah sesuai dengan peraturan yang dipakai sebagai dasar pertimbangan yaitu UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Juga PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Tetapi ada yang harus diingat ada aturan legalformal yang diabaikan dalam pemberian izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai  yaitu Pemerintah dalam hal ini lembaga Eksekutif ( Gubernur Bali ) tidak mengajak DPRD Bali sebagai lembaga Legislatif yang mempunyai fungsi Pengawasan terhadap setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur dan hal ini diatur didalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dari segi kepatutan pengeluaran izin tersebut dikatakan tidak patut karena situasi kawasan hutan di Bali saat ini yang ada hanya sekitar 20% dari luas wilayah Bali dan berada dalam situasi kristis karena banyaknya alih fungsi lahan, kebakaran hutan, dan illegal logging sehingga setiap tahun luas kawasan hutan di Bali semakin berkurang. Luas kawasan hutan yang tersisa di Bali sekitar 20% tentu tidak sesui dengan amanat Perda No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali pasal 59 ayat (3) huruf c yang mengamanatkan luas kawasan hutan di Bali adalah Minimal 30% dari luas wilayah Bali.

Selain hal tersebut pemberian izin pemanfaatan tahura itu tidak sesuai dengan program Bali Clean and Green yang diwacanakan oleh pemerintah provinsi Bali dan juga Moratorium akomodasi pariwisata yang diwacanakan oleh Gubernur Bali. Karena dengan luas kawasan hutan di Bali yang masih sekitar 20% seharusnya pemerintah menambah kawasan hutan di Bali dengan jargon Bali Clean and Greennya, bukan malah memberikan izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai kepada investor.

Kita juga harus ingat statement Gubernur Bali di media massa, kalau izin yang diberikan tersebut sudah dikaji selama 2 tahun, Faktanya adalah Direktur PT. Tirta Rahmat Bahari baru mengajukan izin pemanfaatan kepada gubernur pada tanggal 27 April 2011, setelah itu Gubernur memberikan izin prinsip pada tanggal 29 Juli 2011 dan pada tanggal 27 Juni 2012 Gubernur mengeluarkan keputusan yang memberikan izin pemanfaatan kepada PT. Tirta Rahmat Bahari di Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 hektar. Logikanya adalah dari mana dasar statement Gubernur Bali yang menyatakan izin yang diajukan tersebut sudah dikaji selama 2 tahun, anak SD saja tahu kalau dari awal PT. Tirta Rahmat bahari mengajukan izin ( 27 April 2011) sampai keluarnya keputusan Gubernur ( 27 juni 2012 ) tidak sampai dua tahun.

Dari tidak diajaknya DPRD Bali sebagai lembaga legislative yang mempunyai fungsi pengawasan dan begitu lancarnya izin yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali kepada Investor tentu kita patut bertanya ada apa sebenarnya di Balik semua ini?

b). Yang kedua adalah statement-statement yang diberikan Pemerintah Provinsi Bali yang sering kali berubah-ubah (plin-plan)

Kita dapat membaca sendiri di media massa, pada awalnya kepala dinas kehutanan menyatakan bahwa di wilayah Tahura tersebut tidak akan ada bangunan yang didirikan, investor hanya akan membatu menjaga kebersihan dan kelestarian hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai. Tetapi setelah didesak kepala dinas kehutanan menyatakan akan ada pembangunan pesraman/penginapan terapung di kawasan Tahura dan wisatawan yang dapat menginap juga selektif, Percayakah Kita? Tentu tidak! setelah didesak kembali, dinas kehutanan akhirnya mengakui akan ada pembangunan akomodasi pariwisata tetapi tidak akan ada pemotongan Hutan mangrove di kawasan tahura. tetapi dari rencana pemanfaatan yang kami baca dalam lampiran keputusan Gubernur, bahwa di wilayah tahura tersebut akan dibangun 75 penginapan, 8 unit restaurant, 2 spa dan bangunan lain yang menunjang akomodasi pariwisata di kawasan tersebut.

Dari statement bahwa pemerintah provinsi berani menjamin tidak akan ada pemotongan pohon bakau dihutan mangrove dan akan mencabut izin langsung apabila itu dilakukan, percayakah kita? Sekali lagi TIDAK!, kita dapat pelajaran berharga dari pembangunan Jembatan Diatas Perairan (JDP) yang akan menghubungkan Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, tentu kita masih ingat bahwa proyek yang diagung-agungkan pemerintah tersebut tidak melihat kelestarian lingkungan disekitar, seperti yang kita ketahui bersama pelaksana proyek melakukan tindakan yang melanggar AMDAL yaitu pelaksana proyek dengan alasan percepatan penyelesaian proyek, memilih mengurug air laut dengan batukapur (limestone) dan akibatnya adalah air laut disekitar proyek tercemar dan pohon bakau disekitar mangrove juga mati, selain itu pemanfaatan hutan mangrove untuk pembangunan JDP yang awalnya dalam izin seluas 2.3 hektar tetapi dalam kenyataannya kawasan hutan mangrove yang dimanfaatkan seluas 4.6 hektar patut juga dipertanyakan apakah itu legal apa illegal?.

Pengurugan air laut tersebut sudah terang-benderang melanggar AMDAL dan dapat dijatuhkan sanksi oleh pemerintah sesuai dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi pemerintah provinsi Bali dalam hal ini yang mempunyai kewenangan Gubernur Bali seakan tidak mau tahu dengan kejadian tersebut, karena sampai saat ini Gubernur Bali diam tak bergeming terhadap pelanggaran AMDAL yang dilakukan oleh pelaksana proyek JDP yang terlihat dengan mata.

Selain hal tersebut yang harus diketahui kalau statement kepala dinas kehutanan yang menyatakan tidak akan ada penebangan hutan bakau, saya katakan hanya sebagai bualan belaka karena, dalam keputusan gubernur terhadap izin yang diberikan kepada PT. Tirta Rahmat Bahari yang saya pelajari, disana terdapat OPSI kepada investor apabila hendak melakukan penebangan pohon bakau investor harus mendapatkan izin dari dinas kehutanan. Jadi logikanya disini investor tetap dapat melakukan penebangan pohon bakau kalau sudah mendapat izin dari dinas kehutanan, kalau sudah begitu siapa lagi yang akan menjamin kelestarian hutan mangrove, mengingat fungsi hutan mangrove yang begitu vital?.

Dari statement pemerintah yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi Bali tidak mempunyai dana untuk merawat hutan mangrove hal tersebut dapat dibantahkan karena Gubernur Bali pernah menyatakan bahwa pemerintah Provinsi Bali mempunyai tabungan sebesar kuranglebih Rp. 500 milyar di BPD. Mengapa dengan dana yang ada tersebut pemerintah provinsi tidak langsung merawat hutan mangrove di tahura ngurah rai, mengapa harus menyerahkan kepada investor? Kalau memang pemerintah provinsi ada dana tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk merawat hutan mangrove di tahura Ngurah Rai, mengapa pemerintah provinsi tidak memberikan masyarakat desa setempat saja yang mengelola, supaya desa setempat mendapatkan penghasilan dari pengelolaan hutan mangrove, selain itu masyarakat desa juga pasti akan mendapatkan manfaatnya apabila hutan mangrove tersebut diberkan kepada desa.

 c). yang ketiga adalah tuduhan-tuduhan tidak berdasar yang ditujukan kepada Walhi

statement Gubernur Bali yang menuduh Walhi Bali dalam melakukan aksi #savemangrove ada yang menunggangi atau ada yang membayar, kami katakan itu sama sekali tidak benar. Bisa ditanyakan sendiri ke kawan-kawan musisi yang ikut mendukung aksi walhi, apakah benar gerakan walhi ada yang membayar? Walhi sendiri sudah secara terang-terangan menantang Gubernur Bali untuk membuka siapa orang/pihak yang telah membayar walhi untuk melakukan penolakan terhadap pemanfaatan hutan mangrove seperti yang dituduhkan, bahkan kawan-kawan walhi dan juga Kekal siap diaudit keseluruhan oleh Gubernur dan Masyarakat Bali. Kalau teman-teman tidak percaya, silakan datang sendiri kesekretariat walhi dan cek apa saja aset-aset yang walhi dan orang didalamnya miliki. Tetapi kembali kami bertanya apakah pemerintah Provinsi Bali dan Gubernur berani secara terang-terang memberikan informasi tentang apa saja yang dimiliki? Mengapa dalam hal ini Gubernur Bali sepertinya panik dan menuduh Walhi ada yang menunggangi tanpa adanya dasar yang kuat?

Selain hal tersebut, tentang statement Gubernur Bali yang menyatakan bahwa Walhi tidak mengerti dengan permasalahan ini, dan kadar kecintaan lingkungan Gubernur lebih besar. Walhi mengajak Gubernur Bali untuk debat terbuka untuk membicarakan masalah lingkungan di Bali.

Lingkungan di bali semakin hari kualitasnya semakin menurun, yang wajib menjaga bukan hanya walhi saja sebagai LSM lingkungan, tetapi Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan juga masyrakat Bali juga harus ikut menjaga agar lingkungan di Bali, bukan malah merusak lingkungan hidup di Bali dengan alasan menunjang pariwisata.

Mungkin sekian dulu penjelasan dari kami, kalaupun ada yang kurang jelas mari kita berdiskusi bersama, asal tidak ada saling tuduh, karena kami yakin masyarakat Bali pasti tidak ingin lingkungannya rusak, kecuali ada orang bali yang memang tega menjual Bali kepada investor yang tidak perduli dengan lingkungan di Bali dan hanya mengejar keuntungan semata. Yang harus diingat kembali, alam adalah titipan dari tuhan yang harus kita jaga, untuk anak dan cucu kita nantinya. Terima kasih.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Jangan Korbankan Hutan Mangrove dengan alasan apapun!




Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai  adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan letak geografisnya, Tahura Ngurah Rai terletak pada segi tiga emas pusat pariwisata Bali. Di sebelah timur terletak Pantai Sanur, di sebelah barat Pantai Kuta dan di sebelah selatan Kawasan Wisata Nusa Dua. Akses menuju Tahura Ngurah Rai juga sangat mudah karena dekat dari pusat Kota Denpasar dan juga dari Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung.

Selain terletak dikawasan yang strategis, pesona Taman Hutan Raya Ngurah Rai disebabkan oleh panorama khas hutan mangrovenya. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang  mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa  kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya : Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, proteksi terhadap gelombang atau angin kencang, Pengendali intrusi air laut, Habitat berbagai jenis fauna, Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang, Pembangun lahan melalui proses sedimentasi, Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air), dan juga sebagai Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain. 

Karena alasan diatas kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai kemudian menjadi daya tarik bagi para pemilik modal untuk mengembangkan usaha akomodasi pariwisata khususnya sarana wisata alam pada kawasan tersebut. Pengusahaan sarana wisata alam pada kawasan taman hutan raya memang dimungkinkan oleh beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44). Namun bukan berarti pembenaran dengan alasan demi kepentingan pariwisata dan peningkatan PAD sehingga memberikan izin kepada investor untuk mengelola hutan mangrove tersebut yang dikhawatirkan dapat dapat merusak hutan mangrove dan lingkungan disekitar, mengingat pentingnya peranan hutan mangrove bagi kawasan pesisir .

Apalagi menurut BAPPEDA Provinsi Bali Luas Kawasan Hutan di Bali semakin sempit, saat ini di Bali proporsi kawasan hutan hanya 23% kurang dari target 30% luas wilayah Bali seperti yang diamanatkan dalam Perda RTRWP Bali pasal 59 ayat (3) huruf b yang menyatakan (3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan rakyat, mencakup:  b. mendukung pencapaian tutupan vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Pulau Bali. sehingga amanat dari Perda RTRWP Bali belum terpenuhi karena saat ini Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas 7%. Logikanya adalah seharusnya Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali menambah kawasan hutan di Bali.

Faktanya saat ini Pemerintah Provinsi Bali dengan Jargon Bali Clean and Greennya terlihat hanya sebatas wacana, dibuktikan dengan dikeluarkannya izin prinsip terhadap pemanfaatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai oleh Gubernur Bali kepada PT Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22 ha melalui SK No 523.33/873/dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011, atas izin prinsip itulah pihak dirjen perlindungan Hutan dan Konservasi alam mengeluarkan SK 77/IV-SET/2012 tertanggal 9 mei 2012. Setelah itu keluarlah Keputusan Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12 diterbitkan pada tangal 27 juni 2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari.

Timbul pertanyaan kemudian Bagaimana konsistensi Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Bali didalam menjaga lingkungan di Bali,  apakah Jargon Bali Clean and Green yang selama ini selalu dikampanyekan oleh Gubernur Bali hanya sebuah kebohongan dan menjadi lips service dari Gubernur Bali saja. Selain hal tersebut patut juga dicurigai adanya orang yang mempunyai kedekatan dengan Gubernur Bali berada dibalik PT Tirta Rahmat Bahari, karena proses perijinan pengelolaan kawasan TNR seluas 102,22 ha sangat mudah dan cepat sampai-sampai DPRD Provinsi Bali sebagai lembaga Legislatif yang mengawasi Gubernur tidak mengetahui Gubernur Bali telah mengeluarkan izin untuk mengelola kawasan TNR seluas 102,22 ha.

Apabila dengan alasan peningkatan PAD dan juga karena besarnya biaya untuk perawatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai dijadikan alasan untuk memberikan pengelolaan hutan mangrove kepada investor, mengapa Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk mengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai? Sebagai contoh saja di Desa Pakraman Padangtegal Ubud, Monkey Forest dikelola oleh desa adat, dan sampai sekarang hutan disana tetap terjaga dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, bahkan menjadi penghasil terbesar bagi desa. Seharusnya pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali harus mengkaji ulang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari mengingat pentingnya fungsi dari hutan mangrove tersebut dan untuk menunjukan bahwa pemerintah Provinsi Bali benar-benar menjalankan program bali clean and greennya.

Mahatma Gandhi Mengatakan bahwa Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk satu kerakusan. #SaveMangrove

Minggu, 26 Agustus 2012

Lahan Pertanian “Tumbal” Pembangunan Akomodasi Pariwisata di Ubud




Pulau Bali atau yang dikenal juga sebagai pulau Dewata adalah salah satu tempat di dunia yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan. Keindahan alam bercampur dengan keunikan seni budaya yang tidak dimiliki oleh tempat lain dan juga keramah-tamahan penduduknya menjadikan pulau Bali sangat mendunia dan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun lokal.

Banyak tempat yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan jika ingin berkunjung ke Bali, salah satunya adalah desa Ubud. Ubud berasal diri kata ubad yang berarti obat, dan seperti kenyataannya Ubud seakan menjadi obat bagi para wisatawan yang berkunjung kesini, keindahan alam berpadu dengan seni dan budaya, keramah-tamahan penduduk serta di balut dengan pesona spiritual menjadikan Ubud sebagai “Kota Terbaik Asia” pada tahun 2009 oleh majalah pariwisata Conde Nast Traveller.

Tentu dengan predikat “kota terbaik asia” tersebut semakin banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Ubud, dan bukan hanya wisatawan para investorpun mulai beramai-ramai menanamkan modalnya di Ubud dengan harapan memperoleh banyak keuntungan dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Ubud dengan membangun fasilitas akomodasi pariwisata. Ubud seperti daerah tujuan pariwisata yang lain, para wisatawan juga membutuhkan akomodasi pariwisata berupa penginapan, restaurant dan fasilitas penunjang pariwisata yang lain, namun sayangnya yang menjadi tumbal dari pembangunan akomodasi pariwisata di Ubud adalah lahan pertanian yang produktif.

Menurut Prof. windia, guru besar dari fakultas Pertanian Universitas Udayana sebagian besar luas lahan pertanian di Ubud sudah beralih fungsi menjadi lokasi pembangunan hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas pariwisata yang lainnya, misalkan subak muwa Ubud dahulu memiliki luas lahan pertanian sekitar 40 hektare, namun kini luas lahan pertanian yang tersisa hanya sekitar 4 hektare. Sangat disayangkan memang padahal lahan pertanian juga sangat mendukung pariwisata di Ubud. Selain itu dengan berkurangnya lahan pertanian di Ubud kemungkinan juga akan menghilangkan Sekaa subak yang ada di Ubud. Subak adalah organisasi petani untuk mengelola air irigasi ke lahan-lahan pertanian, selain itu subak juga dapat dikatakan kebudayaan yang dimiliki oleh Bali.

Sampai saat inipun semakin banyak lahan-lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas penunjang pariwisata yang lain. Sawah-sawah di desa-desa Ubud akan semakin habis, dan mungkin suatu saat nanti pemandangan sawah hijau membentang tak akan bisa terlihat lagi saat berkunjung ke Ubud. Ekonomi memang menjadi alasan utama para petani menjual lahan pertaniannya kepada investor, karena biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak sebanding dengan hasil pertanian yang meraka dapat, terlebih para petani juga harus membayar pajak yang mahal.

 Namun Ubud tetaplah Ubud yang menjadi daerah tujuan pariwisata yang sudah mendunia dan ramai dikunjungi oleh wisatawan, tetapi suatu saat wisatawan akan merasa kehilangan suasana ubud yang masih hijau dan banyak pemandangan sawah yang memberi ketenangan, berganti dengan banyaknya bangunan akomodasi pariwisata dengan hingar-bingarnya.
        
          “Alam Bukanlah Warisan Nenek Moyang Kita, Tetapi Alam Adalah Titipan Tuhan Untuk Anak Cucu Kita Nantinya”




Sabtu, 16 Juni 2012

Hari Raya Saraswati : Hari Turunnya Ilmu Pengetahuan

Hari ini sabtu tanggal 16 juni 2012, umat hindu merayakan hari raya saraswati. Hari raya saraswati datang setiap 210 hari sekali atau 6 bulan sekali diperingati sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, di percaya pada hari raya saraswati dewi ilmu pengetahuan dalam mitology hindu yaitu dewi saraswati menurunkan ilmu pengetahuan kepada manusia, agar manusia tersebut tidak bodoh.

Hari raya saraswati biasanya diisi dengan kegiatan persembahyangan di sekolah-sekolah, di rumah dan juga di pura-pura. Seperti hari ini aku memulai persembahyangan saraswati di kampusku yaitu di fakultas hukum universitas udayana, ini kalau tidak salah adalah untuk ketiga kalinya aku melakukan persembahyangan di kampus saat hari raya saraswati, karena biasa aku hanya sembahyang di SMA N 1 UBUD yaitu di mana aku dulu menuntut ilmu dan juga paling dekat dengan rumah.

Aku seperti itu karena aku percaya tuhan itu satu dan ada dimana- mana, makanya kalau hari raya saraswati aku sangat jarang sembahyang di kampus, aku berpikir toh juga disana sama-sama menyembah dewi saraswati saat hari raya saraswati, hanya tempatnya saja yang membedakan.

Namun memang hari raya saraswati ini aku pengen sembahyang dikampusku, makanya dari hari kemarinnya aku sudah tinggal di denpasar, karena di kampusku biasanya persembahyangannya di mulai lumayan pagi, takutnya kalau aku dari ubud akan telat sampai di kampus.

Dan jam 10 pagi persembahyangan hari raya saraswati dikampusku mulai, setelah selesai sembahyang dikampus barulah aku pulang ke ubud dan melanjutkan sembahyang saraswati di rumah, sma, dan pura maksanku. Selamat hari raya saraswati umat sedharma, semoga ilnu pengetahuan yang kita punya bisa kita gunakan untuk kepentingan banyak orang.


Kamis, 07 Juni 2012

Kado Yang Menyakitkan Di Ulang Tahun Emas Universitas Udayana



Universitas Udayana atau lebih sering disebut UNUD adalah universitas negeri terbesar yang ada di pulau bali, pulau yang selalu ramai di kunjungi oleh wisatawan baik asing maupun domestic karena keindahan alam, keunikan budaya dan juga keramah tamahan penduduknya. Unud yang berdiri secara sah pada tanggal 29 September 1962, tahun ini akan memasuki ulang tahun emas atau lebih dikenal dengan dies natalis ke 50. Namun semarak untuk menyambut usia ke 50 tersebut dinodai dengan naiknya biaya pendidikan di semua fakultas yang ada di Unud.

            Tidak tanggung-tanggung kenaikan biaya di semua Fakultas di lingkungan Unud mencapai 100% sampai 300%, pengumuman tentang kenaikan biaya pendidikan di Unud tersebut dapat dilihat di web www.Unud.ac.id adanya rencana kenaikan ini akan berlaku untuk semua Fakultas di Unud tanpa terkecuali, hal tersebut karena adanya SK Dikti agar setiap Perguruan Tinggi menerapkan Uang Kuliah Tunggal.

Rincian kenaikan itu ada pada biaya Sumbangan Operasional Pendidikan (SOP), dan Sumbangan Pembangunan Infrastruktur (SPI). Seperti Teknik Informatika, biaya SOP yang awalnya Rp 500 ribu menjadi Rp 1 juta. Kemudian untuk Fakultas Ekonomi yang tahun sebelumnya tidak ada biaya untuk SOP tahun ini semua jurusan dikenai biaya yang sangat beragam mencapai Rp 1,6 juta. Untuk pembiayaan ada SPI juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan seperti Fakultas MIPA Jurusan Teknik Informatika yang tahun lalu hanyaRp 10 juta kini menjadi 15 juta, kemudian Program Studi Matematika dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 4,5 juta. Peningkatan paling mencolok adalah Pendidikan Dokter yang tahun kemarin SPI hanya Rp 25 juta kini menjadi Rp 40 juta. Bukan hanya itu saja, kenaikan ini juga berimbas dengan biaya per semester yang akan ditanggung oleh mahasiswa baru nanti.

Aku sendiri adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unud angkatan 2008, dan setiap semester aku harus membayar SPP sebesar Rp 770 ribu dan hanya semester dua aku membayar Rp 830. Hal tersebut karena waktu mendaftar kuliah pertama dulu biaya yang dikeluarkan sudah termasuk untuk membayar SOP, SPI dan lainnya tetapi belum termasuk KKN dan Wisuda. Berbeda dengan sekarang mahasiswa baru angkatan 2012 rencananya akan dikenakan biaya Rp. 2.5 juta per semester. Spp memang tidak di naikkan, yang di naikkan tersebut adalah SOP dan SPI di tambah juga biaya KKN, biaya Wisuda, Asuransi dan lain-lain, pembayarannya dengan cara mencicil sehingga total yang harus dibayarkan mahasiswa angkatan tahun 2012 nantinya adalah sebesar 2.5 juta per semesternya.

Kalau dijumlah total biaya yang harus aku keluarkan untuk kuliah sampai dengan semester delapan adalah hampir Rp. 11 juta itu sudah termasuk uang daftar kuliah, SPP delapan semester, uang KKN dan juga Wisuda. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa angkatan 2012 nantinya adalah sebesar Rp. 20 juta itu dihitung dari besarnya biaya yang dikeluarkan selama satu semester yaitu Rp. 2.5 juta dikalikan delapan, naiknya sangat lumayan bukan?.

Peningkatan biaya kuliah ini tentunya akan sangat memberatkan bagi orang tua mahasiswa yang ingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi di Unud. Kawan-kawan mahasiswa di Unud khususnya melalui BEM PM Unud dan juga DPM Unud dan seluruh organisasi mahasiswa di setiap Fakultas, mengajak kawan-kawan berjuang agar biaya pendidikan di Unud tidak naik, karena seperti mandat yang terdapat di dalam pembukaan UUD 1945 negara seharusnya menjamin pendidikan bagi warga negaranya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri.

Benar memang kenaikan biaya pendidikan tersebut bukan kita yang akan merasakan, tetapi adik-adik kita di tahun-tahun yang akan datang, tetapi dari apa yang kita bayar tidak sebanding dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh pihak Kampus sendiri, dan sangat aneh jika sekarang Rektor malah ingin menaikkan biaya pendidikan di saat Universitas Udayana akan merayakan Ulang Tahun emasnya yaitu Dies ke 50, apabila biaya pendidikan di Unud benar-benar dinaikkan makan akan menjadi kado yang sangat menyakitkan untuk mahasiswa. 

Hutan Dasong Harus dijaga kelestariannya Bukan DiEksploitasi



Hari itu adalah Kamis tanggal 24 mei 2012 untuk pertama kalinya aku menginjakan kaki di hutan dasong yang terletak di antara Danau Buyan dan Danau Tamblingan Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng. Saat itu aku pergi ke hutan dasong bersama kawan-kawan dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) untuk mengikuti sidak lapangan yang akan di lakukan oleh komisi III DPRD Bali terkait rencana PT. NBA untuk mengajukan penambahan izin pemanfaatan kawasan hutan dasong seluas 102 hektar.

Setelah semua berkumpul di sekretariat WalhiBali jam 9 pagi itu, mobil berwarna orange pun datang menjemput kami guna diajak  ke DPRD Bali agar bisa berangkat bersama ke hutan dasong barsama komisi III DPRD bali. yang mengendarai mobil tersebut adalah mas viar, dia adalah koordinator dari KEKAL, kami beranggotakan 6 orang yaitu, aku, Guntur, pande, mas haris, mas moko dan mas viar itu sendiri.

Dan setelah menepuh dua jam perjalanan dari Denpasar menuju hutan dasong, Sesaat sebelum memasuki kawasan taman wisata alam hutan dasong, dari dalam mobil aku melihat bahwa air di danau buyan sudah meluap, bahkan beberapa rumah penduduk disana sudah tergenang air dan terpaksa ditinggalakan, sungguh kasihan.

Sampai dikawasan taman wisata alam hutang dasong, pertama kali saat turun aku melihat bangunan yang ternyata setelah ditanyakan milik PT. NBA. PT. NBA adalah perusahaan yang mendapat izin prinsip dari kementrian kehutanan untuk memanfaatkan lahan seluas 20,3 hektar di kawasan hutan dasong. Disana sudah ada dua bangunan jadi dan satu bangunan yang baru di bangun, dan PT. NBA ingin kembali mengajukan izin pemanfaatan lahan seluas 102 hektar.

Suasana hutan dasong seperti pada daerah pegunungan pada umumnya yaitu sejuk dan udaranya sangat segar, berbeda dengan udara di perkotaan. Kawasan hutan yang hijau yang berdampingan dengan danau buyan, sangat indah untuk dipandang, tidak salah kawasan ini di jadikan tempat yang asik untuk berkemah oleh orang-orang yang suka dekat dengan alam.

Setelah mengobrol sebentar di depan, kamipun di ajak memasuki hutan dasong dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar 2 KM untuk mencapai kawasan yang dulunya digunakan oleh PT. NBA untuk mendirikan bangunan. Perlu diketahui bahwa dua bangunan yang ada di depan tadi adalah bangunan yang dipindahkan dari kawasan dalam hutan dasong karena kawasan tersebut sudah terendam air danau buyan yang meninggi.

Didalam perjalanan banyak bisa dijumpai jenis-jenis pepohonan, dan di sepanjang perjalanan kita juga bisa mendengar kicauan suara burung yang sangat merdu yang terbang bebas diantara pepohonan. Tidak bisa dibayangkan apabila nantinya jika hutan dasong akan di ekspoitasi, karena Hutan dasong merupakan salah satu hutan yang terletak di daerah hulu bali yang berfungsi sebagai daerah resapan air.

Selain itu ekspoitasi dalam bentuk apapun diwilayah hutan dasong adalah bentuk pelanggaran terhadap Perda no 16 tahun 2009 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi bali yang menempatkan hutan dasong sebagai kawasan strategis. Jadi sudah seharusnya kita menjaga agar hutan dasong tetap lestari, bukan untuk dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan semata. Karena alam bukan warisan dari nenek moyang kita yang bisa kita manfaatkan dengan bebas, tetapi lingkungan merupakakan titipan dari tuhan yang harus kita sampaikan kepada anak cucu kita.

Sidak Hutan Dasong, Komisi III DPRD Bali Mendukung Gubernur Cabut Izin PT NBA



Janji komisi III DPRD bali untuk melakukan sidak lapangan ke Hutan Dasong di kawasan Danau Buyan – Danau Tamblingan akhirnya dilakukan kamis (24/5/2012). Dalam sidak lapangan komisi III DPRD Bali yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi III I GM Suryantha Putra Sena tersebut turut serta Kepala Seksi I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Soemarsono, Dinas Kehutanan Provinsi Bali, serta aktivis Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali.

Dalam sidak lapangan kemarin I GM Suryantha Putra Sena menanyakan kepada BKSDA bali dasar pertimbangan BKSDA memberikan kajian sehingga SK Menteri Kehutanan No. 283 per tanggal 16 agustus tahun 2007 tentang izin prinsip pemanfaatan hutan dasong sebagai taman wisata alam diberikan kepada PT. NBA, dalam kesempatan itu BKSDA yang diwakili oleh Soemarsono Kepala Seksi 1 BKSDA Bali menjelaskan bahwa kajian yang diberikan oleh BKSDA Bali kepada Menteri kehutanan adalah kajian dari segi teknis saja yang merupakan wewenang dari BKSDA Bali bukan kajian dari segi sosial budaya.

Selain itu I GM Suryantha Putra Sena Menanyakan tentang kewajiban yang sudah dilakukan oleh PT NBA dalam mengelola taman wisata alam hutan dasong sesuai dengan izin prinsip yang telah diberikan oleh menteri kehutanan, soemarsono mengatakan bahwa selama ini PT NBA belum melakukan kewajibannya seperti yang diamanatkan dalam SK Menteri Kehutanan No 283 tahun 2007 seperti melaporkan kegiatan pengelolaan hutan dasong yang seharusnya diberikan kepada BKSDA Bali untuk dilaporkan kepada Menteri Kehutanan.

Menurut I GM Suryantha Putra Sena Kewajiban yang harus dilakukan PT NBA tersebut selain harus mematuhi izin prinsip juga harus disesuasikan dengan Perda No 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali karena Hutan Dasong merupankan kawasan suci dan kawasan strategis provinsi dalam Perda RTRWP Bali.

Tentang keinginan PT NBA untuk memohon pertambahan pemanfaatan lahan seluas 100 ha di kiawasan hutan dasong, I GM Suryantha Putra Sena mengatakan itu sangat aneh karena lahan seluas 20,3 ha saja tidak dapat dimanfaatkan dengan baik apalagi mau menambah seluas 100 ha lagi, karena mengurus hutan tersebut tidak mudah dan komisi III berjanji akan memanggil PT NBA untuk berkoordinasi mengenai pengelolaan taman wisata alam di hutan dasong.

I GM Suryantha Putra Sena sebagai sekretaris Komisi III DPRD Bali juga mendukung usul Gubernur Bali untuk mencabut izin prinsip PT NBA kepada menteri kehutanan, alasannya PT NBA tidak melakukan kewajibannya selama lima tahun sesuai izin prinsip yang dikeluarkan oleh menteri kehutanan dan juga karena hutan dasong merupakan kawasan suci dan kawasan strategis provinsi sehingga hutan dasong tersebut harus dilindungi.