Minggu, 26 Agustus 2012

Lahan Pertanian “Tumbal” Pembangunan Akomodasi Pariwisata di Ubud




Pulau Bali atau yang dikenal juga sebagai pulau Dewata adalah salah satu tempat di dunia yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan. Keindahan alam bercampur dengan keunikan seni budaya yang tidak dimiliki oleh tempat lain dan juga keramah-tamahan penduduknya menjadikan pulau Bali sangat mendunia dan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun lokal.

Banyak tempat yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan jika ingin berkunjung ke Bali, salah satunya adalah desa Ubud. Ubud berasal diri kata ubad yang berarti obat, dan seperti kenyataannya Ubud seakan menjadi obat bagi para wisatawan yang berkunjung kesini, keindahan alam berpadu dengan seni dan budaya, keramah-tamahan penduduk serta di balut dengan pesona spiritual menjadikan Ubud sebagai “Kota Terbaik Asia” pada tahun 2009 oleh majalah pariwisata Conde Nast Traveller.

Tentu dengan predikat “kota terbaik asia” tersebut semakin banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Ubud, dan bukan hanya wisatawan para investorpun mulai beramai-ramai menanamkan modalnya di Ubud dengan harapan memperoleh banyak keuntungan dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Ubud dengan membangun fasilitas akomodasi pariwisata. Ubud seperti daerah tujuan pariwisata yang lain, para wisatawan juga membutuhkan akomodasi pariwisata berupa penginapan, restaurant dan fasilitas penunjang pariwisata yang lain, namun sayangnya yang menjadi tumbal dari pembangunan akomodasi pariwisata di Ubud adalah lahan pertanian yang produktif.

Menurut Prof. windia, guru besar dari fakultas Pertanian Universitas Udayana sebagian besar luas lahan pertanian di Ubud sudah beralih fungsi menjadi lokasi pembangunan hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas pariwisata yang lainnya, misalkan subak muwa Ubud dahulu memiliki luas lahan pertanian sekitar 40 hektare, namun kini luas lahan pertanian yang tersisa hanya sekitar 4 hektare. Sangat disayangkan memang padahal lahan pertanian juga sangat mendukung pariwisata di Ubud. Selain itu dengan berkurangnya lahan pertanian di Ubud kemungkinan juga akan menghilangkan Sekaa subak yang ada di Ubud. Subak adalah organisasi petani untuk mengelola air irigasi ke lahan-lahan pertanian, selain itu subak juga dapat dikatakan kebudayaan yang dimiliki oleh Bali.

Sampai saat inipun semakin banyak lahan-lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas penunjang pariwisata yang lain. Sawah-sawah di desa-desa Ubud akan semakin habis, dan mungkin suatu saat nanti pemandangan sawah hijau membentang tak akan bisa terlihat lagi saat berkunjung ke Ubud. Ekonomi memang menjadi alasan utama para petani menjual lahan pertaniannya kepada investor, karena biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak sebanding dengan hasil pertanian yang meraka dapat, terlebih para petani juga harus membayar pajak yang mahal.

 Namun Ubud tetaplah Ubud yang menjadi daerah tujuan pariwisata yang sudah mendunia dan ramai dikunjungi oleh wisatawan, tetapi suatu saat wisatawan akan merasa kehilangan suasana ubud yang masih hijau dan banyak pemandangan sawah yang memberi ketenangan, berganti dengan banyaknya bangunan akomodasi pariwisata dengan hingar-bingarnya.
        
          “Alam Bukanlah Warisan Nenek Moyang Kita, Tetapi Alam Adalah Titipan Tuhan Untuk Anak Cucu Kita Nantinya”