Minggu, 18 November 2012

Ultah ke 22 : Doa dan Harapan Untuk Masa Depan




Sama seperti hari-hari biasanya, hari minggu inipun aku bangun pagi. Setelah merapikan tempat tidur seperti biasa kalau lagi dirumah, aku berbagi tugas dengan adikku untuk menyapu halaman rumah. Hari minggu ini terasa istimewa  karena hari ini adalah dimana 22 tahun yang lalu aku dilahirkan.

Bersyukur sekali tuhan sampai sekarang masih memberikanku kesempatan merasakan nikmatnya menghirup segarnya udara yang mungkin sudah tidar sesegar dulu karena banyaknya pencemaran udara,  masih memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri,  masih memberikanku kenikmatan dan kesehatan tanpa ada kekurangan satu apapun.

Ucapan selamat ulang tahun dan doapun banyak aku dapatkan, dari Ayah, Ibu, Adik, sanak saudara, sahabat dan teman-teman baik diucapkan langsung, sms, via Facebook ataupun twitter hampir seharian. senang rasanya masih punya orang-orang yang memperhatikan.

Hari ini berlangsung begitu cepat, ayah dan ibu sudah merencanakan untuk bikin acara makan keluarga kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahunku, maka dari sore mereka sudah mulai memasak dan adikku membeli camilan dan menyiapkan minumannya.

jam 7 malam makanan sudah tersedia, ternyata ibu dan ayah memasak makanan kesukaanku, ada babi kecap, ayam sambel matah, sayur terong, dan sambal tomat, sedangkan adikku membuatkan kami jus sebagai teman makan malam ini.

Sederhana memang tapi penuh dengan makna karena bagiku Tak perlu ada pesta gegap gempita, tak perlu ada tepuk tangan sorak gembira, atau nyanyian happy birthday. Umur hanyalah sebuah angka, tapi bukan berarti tanpa makna. Buatku bertambahnya umur berarti aku harus bisa semakin bijak dalam menyikapi hidup.

Mungkin sampai saat ini masih terlalu banyak mimpi yang belum diraih dan terlalu banyak rencana belum terwujud, tapi aku bersyukur di ulang tahunku kali ini aku sudah mendapatkan gelar sarjanaku. Harapan dan Doaku untuk ulang tahunku ini sederhana, aku ingin meraih mimpi-mimpiku dan mewujudkan impianku agar kelak bisa membanggakan orangtuaku.

Sekali lagi terimakasih tuhan hamba sudah diberikan tambahan umur, semoga hamba bisa menjadi lebih dewasa dalam berpikir, berkata, dan berbuat, tuntunlah hamba selalu dijalanmu dan selalu diberkati.terimakasih juga untuk Ayah, Ibu, Adik, Sanak Saudara, Sahabat dan teman-teman atas ucapan selamat doanya.

Jumat, 16 November 2012

Demo itu Belajar!!!




Sewaktu kuliah dulu, pernah ibu marah waktu melihat fotoku sedang orasi terpampang besar di Koran dan lumayan banyak juga saudara-saudara yang membaca langsung menasehati kalau aku harus konsentrasi untuk skripsi dan kuliahku. Mereka takut nantinya kuliahku keteteran gara-gara ikut demo. Kalau bapak orangnya demokratis, bapak tidak pernah melarang aku untuk ikut demo selama itu dijalan yang benar dan tidak mengganggu kuliahku.

Apa yang ditakutkan keluargaku kalau aku ikut demo semua bisa aku bantahkan, pemikiran orang yang bilang mahasiswa pendemo itu adalah orang bodoh, tidak punya kerjaan dan lulusnya pasti lama bahkan sampai ada yang Drop Out (DO) juga bisa aku jawab. aku menyelesaikan kuliah S1 ku tepat 4 tahun, karena setahuku standart untuk menyelesaikan pendidikan S1 memang 4 tahun. Kalau masalah IP walaupun tidak besar tapi aku bangga bisa dapat IP diatas 3, kalau masalah pintar atau bodoh sila tanyakan ke dosen dan teman-temanku di kampus. Tapi yang pasti aku bisa buktiin kepada keluargaku kalau demo tidak pernah mengganggu kuliahku.

Demo bagiku sama seperti proses kuliah dikampus, malah lebih banyak ilmu yang akan didapat karena praktek langsung. bedanya kuliah itu belajarnya di kampus kalau demo itu belajarnya di jalanan. Asal kalian tahu Demo itu ga semudah seperti yang kalian bayangkan, banyak hal yang perlu dipersipakan. Apalagi kalau kalian mau berorasi, itu bukan teriak-teriak dengan nada marah yang ga jelas dan seenaknya.

Untuk melakukan orasi, pendemo biasanya akan belajar dan menganalisa apa yang akan dia sampaikan ini tujuannya untuk membentuk pikiran yang kritis, agar peserta demo dan masyarakat mengerti apa yang dia disampaikan saat orasi.Tidak  sampai disitu, orang yang mau berorasi juga harus mempunyai keberanian karena dia akan menyampaikan sesuatu di hadapan banyak orang.

Kalau kalian bilang pendemo itu orang yang ga ada kerjaan, tapi buatku pendemo itu adalah orang yang bekerja. Pendemo adalah orang yang kritis karena mereka mempunyai pemikiran yang beda dan terus bergerak jika merasa ada sesuatu  yang tidak benar. Demo juga tidak salah dimata hukum karena demo itu adalah hak untuk mengemukakan pendapat.

Untuk kalian yang bilang demo itu tidak menghasilkan apa-apa, mungkin kalian harus belajar banyak dari sejarah. Misalkan saja saat diturunkan paksanya Soeharto jadi Presiden, itu bukan dari kalangan akademisi yang kerjaannya melakukan penelitian dan seminar berhasil menurunkan Soeharto, tetapi masyarakat yang ada di jalanan yang demo.

Jujur aku sedih mendengar cerita dari seorang adik kelas di Fakultas Hukum Udayana Angkatan 2012 yang mengatakan pada saat dia diospek dan ada materi sejarah pergerakan mahasiswa, malah pemateri mengatakan Demo itu adalah hal yang mubazir dan tidak perlu. Dia lanjut mengatakan kalau pemateri tersebut menyarankan kepada mahasiswa baru kalau ada permasalahan jangan sampai turun kejalan, mending datang langsung ke DPRD dan bicarakan langsung jadi tidak perlu berteriak dan berpanas-panasan.
Hal yang sangat aneh disaat pemateri menyampaikan materi pergerakan mahasiswa yang identik dengan demo malah menyarankan mahasiswa tidak demo lagi, boleh dikatakan pemateri yang membawakan sejarah pergerakan mahasiswa itu menyedihkan dan mungkin di tidak pernah merasakan bagaimana ikut demo, tapi membawakan materi tentang pergerakan mahasiswa.

Ingat kalian adalah mahasiswa yang punya idealisme dan membunyai tugas sebagai agen of change dan agent of social control di masyarakat. Kalian juga punya tanggungjawab kepada masyarakat bukan malah nyaman dengan status “mahasiswa” seakan menutup mata dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Bergeraklah kalian Mahasiswa!!

"perlawanan tidak akan pernah datang dari tempat yang nyaman"

Hidup Mahasiswa!!!

Senin, 12 November 2012

Cabut Izin Pengusahaan Pariwisata Alam PT. Tirta Rahmat Bahari di Hutan Mangrove Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Denpasar




Bali adalah gugusan pulau kecil. Makin lama situasi lingkungan hidup di Bali semakin rentan. Fakta-fakta berikut menjelaskan bahwa situasi lingkungan hidup di Bali sangat memprihatinkan :
1)      Luas kawasan hutan di Bali hanya 20% dari luasan pulau Bali, defisit 10% dari luas minimal 30% dari luas wilayah pulau Bali yang diamanatkan Perda RTRWP Bali. Itupun dalam keadaan kritis.
2)      Pencemaran di 13 titik pantai strategis akibat industri pariwisata seperti kawasan pantai sanur, pantai mertasari, pantai kuta, pantai lovina, pantai candidasa, pantai tanah lot, pantai soka dll.
3)      Interusi air laut (masuknya air laut ke daratan) massif terjadi. Di daerah Sanur kurang lebih mengalami interusi sejauh ±1 KM
4)      Kerusakan kawasan pesisir pada 140 titik abrasi dari panjang pantai sekitar 430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 km per tahun dengan erosi ke daratan 50-100 meter per tahun

Hutan Mangrove di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai merupakan benteng terakhir kawasan pesisir Bali Selatan dari abrasi/erosi. Selain berfungsi sebagai pengendali intrusi air laut, mereduksi polutan dan pencemaran air agar kualitas air terjaga, serta tempat berbagai jenis fauna dan biota laut berkembang biak termasuk sebagai kawasan mitigasi bencana terutama Bencana Tsunami. Hal ini mengingat daerah ini memiliki sejarah terkena Tsunami, setidaknya tujuh kali dari tahun 1818 sampai 1994 dengan rata-rata kejadian setiap 25 tahun.

Ditengah kondisi lingkungan hidup yang makin kritis, tidak disangka pada tanggal 27 Juni 2012 Gubernur Bali menerbitkan izin pengusahaan pariwisata alam di kawasan Mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai kepada PT. Tirta Rahmat Bahari (PT. TRB) seluas 102.22 Ha melalui Surat Keputusan Gubernur Bali No. 1051/03-L/HK/2012. Jangka waktu yang diberikan kepada PT. TRB selama 55 tahun disertai hak prioritas selama 20 tahun. Dapat dikatakan kawasan mangrove akan diusahakan oleh PT. TRB selama 75 tahun.

Ironisnya, berdasarkan masterplan pembangunan oleh PT. TRB, di kawasan Tahura Ngurah Rai akan dibangun akomodasi wisata berupa 75 penginapan, 8 restaurant, 2 Spa, coffe shop dan penunjang pariwisata alam yang lain. Bayangkan betapa kelestarian kawasan hutan mangrove TAHURA Ngurah Rai akan terancam.

Terbitnya surat keputusan Gubernur Bali tersebut tentu saja tidak sesuai dengan visi Gubernur Bali untuk mewujudkan Bali Clean and Green. Bertentangan dengan semangat kebijakan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali Selatan dan bertentangan dengan asas-asas good governance/pemerintahan yang baik.

Mengingat vitalnya fungsi hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai tersebut dan melihat kondisi lingkungan hidup di Bali yang semakin kritis, ayo dukung gerakan agar Gubernur Bali mencabut Surat Keputusan Gubernur Bali No. 1051/03-L/HK/2012 tentang izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Provinsi Bali seluas 102,22 Ha kepada PT. Tirta Rahmat Bahari.

Paraf petisi ini, sekarang! http://www.change.org/id/petisi/cabut-izin-pengusahaan-pariwisata-alam-pt-tirta-rahmat-bahari-di-hutan-mangrove-kawasan-taman-hutan-raya-ngurah-rai-denpasar

Selamatkan Hutan Mangrove dan Lingkungan Hidup di Bali untuk masa depan anak cucu kita!  #SaveMangrove

Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali (WALHI Bali, FRONTIER Bali, Bali Outbound Community, LPM Kertha Aksara, dan indvidu-individu peduli lingkungan)

Sabtu, 03 November 2012

Sebelum Api Pariwisata Memusnahkan Bali



Pariwisata adalah api. Dia harus dikendalikan.
Kebudayaan merupakan potensi dalam pengembangan pariwisata di Bali. Pengembangan pariwisata bertumpu kepada kebudayaan biasa disebut pariwisata budaya. Kebudayaan di sini adalah kebudayaan di Bali baik dari segi adat istiadat, kesenian, kearifan lokal dan lain-lain yang mendukung pariwisata di Bali.
Selain kebudayaan, keindahan alam Bali juga menjadi tempat favorit untuk berwisata. Bali juga menawarkan keindahan alam dan kebudayaan yang sudah terkenal. Alam yang indah merupakan anugerah Tuhan untuk masyarakat Bali. Karena itu alam harus dijaga kelestariannya agar Bali tetap menjadi primadona tempat berwisata. Adapun budaya yang terkenal di Bali antara lain seni tari, lukis, dan patung. Semua budaya itu juga harus dijaga kelestariannya agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
Selain keindahan alam dan keunikan budayanya, Bali juga terkenal karena kesakralannya. Banyaknya Pura, tempat pemujaan bagi umat Hindu, membuat Bali mendapat sebutan Pulau Seribu Pura. Hal tersebut di ataslah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Bali.
Walaupun sempat luluh lantak karena dua kali serangan bom, namun pariwisata Bali dengan cepat bisa bangkit. Bahkan, pariwisata Bali berkembang sangat pesat khususnya di wilayah Bali selatan. Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkonsentrasi ini dapat menimbulkan berbagai dampak, positif ataupun negatif.
Dampak positif perkembangan pariwisata di Bali antara lain memperluas lapangan pekerjaan, bertambahnya kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan, terpeliharanya kebudayaan Bali, dan dikenalnya kebudayaan Bali.
Adapun dampak negatif perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali adalah terjadinya tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah Bali, timbulnya komersialisasi terhadap kebudayaan Bali, berkembangnya pola hidup konsumtif masyarakat Bali, terganggunya lingkungan hidup di Bali, makin terbatasnya lahan pertanian di Bali, pencemaran budaya, dan terdesaknya masyarakat Bali.
Selain dampak-dampak di atas, ada pula dampak positif dari kegiatan pariwisata terhadap budaya masyarakat Bali. Misal, munculnya kreativitas dan inovasi budaya, akulturasi budaya, dan revitalisasi budaya. Sedangkan dampak negatif yang sering dikhawatirkan terhadap budaya masyarakat Bali adalah adanya proses komodifikasi budaya, peniruan budaya dan profanisasi budaya (Shaw and Williams, dalam buku Ardika 2003:25).
Dampak pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal sebagaimana disebutkan di atas akibat tiga hal. Pertama, masyarakat ingin memberikan hasl karya seni atau kerajinan yang bermutu tinggi kepada para pembeli (wisatawan). Kedua, untuk menjaga citra dan menunjukan identitas budaya masyarakat lokal kepada wisatawan yang datang berkunjung. Ketiga, masyarakat ingin memperoleh uang akibat meningkatnya komersialisasi (Graburn 200 dalam Ardika 2003).
Subadra (2006) memberikan batasan yang lebih jelas mengenai dampak sosial-budaya pariwisata. Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal, seperti kegiatan keagamaan, adat-istiadat dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal.
Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik kepentingan di antara para pemangku kebijakan, kebencian dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-masalah sosial seperti praktek perjudian dan prostitusi.
Adanya dampak positif pariwisata di Bali terhadap kebudayaan Bali menunjukan keselarasan ungkapan “Pariwisata untuk Kebudayaan”. Artinya pengembangan pariwisata benar-benar memberikan dampak positif terhadap perkembangan kebudayaan dalam arti luas. Ini artinya perkembangan pariwisata di Bali secara positif dapat memperkokoh kebudayaan Bali itu sendiri.
Eksploitasi
Di samping pariwisata dapat mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, sekarang ini yang sering terjadi malah sebaliknya yaitu tereksploitasinya kebudayaan Bali yang berlebihan demi kepentingan pariwisata. Tentu hal ini akan berdampak negative terhadap perkembangan kebudayaan Bali, ini sering terjadi akibat adanya komersialisasi kebudayaan dalam pariwisata. Artinya, memfungsikan pola-pola kebudayaan seperti kesenian, tempat-tempat sejarah, adat-istiadat, dan monument-monumen diluar fungsi utamanya demi kepentingan pariwisata.
Perkembangan pariwisata memang dapat menumbuhkembangkan aspek-aspek kebudayaan seperti kesenian dan adat-istiadat di Bali. Akan tetapi, di balik itu ternyata muncul permasalahan akibat tereksploitasinya aspek-aspek kebudayaan tadi. Misalnya, muncul berbagai kesenian yang awalnya hanya dipentaskan untuk kepentingan upacara agama, kemudian dipertunjukan untuk kepentingan wisatawan. Demikian juga dijadikannnya tempat suci sebagai objek wisata. Ini merupakan fakta yang terjadinya komersialisasi budaya dalam pariwisata di Bali, karena sudah berubah dari fungsi utamanya.
Disamping terjadinya komersialisasi, tampaknya yang perlu juga menjadi pemikiran bersama adalah adanya pola pembinaan kebudayaan dalam arti luas sebagai pendukung kepariwisataan. Sudah menjadi kenyataan devisa yang dihasilkan dari pengembangan pariwisata digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Devisa itu dibagi-bagi kesemua aspek pembangunan, sehingga dirasakan sangat kecil kembali pada bidang kebudayaan. Padahal seccara nyata kebudayaan itulah sebagai penopang paling besar dalam pariwisata untuk mendatangkan devisa.
Kesan yang ditimbulkan dari kejadian tersebut adalah bukan Pariwisata untuk Kebudayaan tetapi Kebudayaan untuk Pariwisata hal ini dapat dilihat dari tereksploitasinya kebudayaan Bali untuk kepentingan promosi tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikannya. Sebagai contoh adalah banyaknya museum-museum di Bali yang tidak terawat, padahal museum ini merupakan asset budaya Bali yang tidak ternilai harganya. Hal lain adalah sekarang petani di Bali sudah banyak termakan bujuk rayu para investor agar petani di Bali mau menjual sawahnya untuk kepentingan pembangunan akomodasi pariwisata. Padahal pertanian di Bali merupakan salah satu budaya yang dimiliki karena disini ada Subak yaitu organisasi pengairan yang hanya ada di pulau Bali. Logikanya adalah apabila lahan pertanian sudah habis maka dengan sendirinya subak tersebut akan hilang.
Contoh lain adalah para penyedia jasa pariwisata/akomodasi pariwisata berlomba-lomba untuk menawarkan hotel, resort ataupun vila-vila dengan pemandangan yang indah dan fasilitas mewah yang bisa disewa apabila mereka  berkunjung ke Bali, dan sebagai bonusnya para wisatawan yang datang ke Bali dapat menyaksiakan kebudayaan Bali. Dari logika ini maka Bali yang selama ini di kenal sebagai Pariwisata untuk kebudayaan berubah menjadi kebudayaan untuk pariwisata.
Masyarakat Bali seharusnya segera sadar dengan kejadian ini agar Bali tidak kehilangan jatidirinya, yaitu Bali sebagai pariwisata untuk kebudayaan yang dikenal karena keindahan alam, seni, budaya dan keramah-tamahan masyrakatnya, bukan kebudayaan untuk pariwisata dimana Bali dikenal karena hotel, resort atau vila-vila mewahnya. Dan jangan sampai Bali menjadi korban dari pesatnya perkembangan pariwisatanya sendiri karena tunduk kepada kepentingan investor.
Pariwisata itu adalah Api. Maka jika pariwisata tidak dikendalikan dengan kebijakan tepat, bukan berkah yang akan diterima, melainkan bencana. Kobaran api pariwisata akan membakar habis Bali hingga tak bersisa. Bahkan api pariwisata bisa menjelmakan Bali dari “The Last Paradise” (surga terakhir) menjadi “The New Hell” (neraka yang baru). [b]