Minggu, 30 Desember 2012

Refleksi Akhir Tahun Lingkungan Bali



“Pembangunan Bali Tak Terkendali, Sumber Daya Alam Terkuras”

Tahun 2012 akan berakhir, dan berganti ke tahun 2013 dalam beberapa jam lagi. Namun kita harus kemBali merefleksikan apa yang telah terjadi di tahun 2012 terutamanya mengenai permasalahan lingkungan di Bali. Diharapkan nantinya dengan refleksi ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita semua untuk lebih menjaga lingkungan di Bali.

Bali memiliki pesona yang dapat memikat banyak wisatawan untuk datang ke Bali. Pendapatan Asli Daerah Bali (PAD) paling besar berasal dari industry pariwisata. semakin lama perkembangan industry pariwisata di Bali semakin pesat, hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai fasilitas pendukung pariwisata yang di bangun pada tahun 2012. Paling banyak tentunya pembangunan Akomodasi Pariwisata.

Sayang pesatnya pembangunan Akomodasi pariwisata serta fasilitas penunjang yang tidak diimbangi dengan komitmen untuk menjaga lingkungan di Bali. Para pemodal hanya memikirkan bagaimana cara dapat mengeruk keuntungan yang semaksimal mungkin, tanpa memikirkan akibat dari eksploitasi secara besar-besaran di Bali.

Ingat Bali adalah sebuah pulau kecil yang tentunya mempunyai batas daya dukung dan daya tampung. Apabila pembangunan tersebut terus-menerus dilakukan tanpa memikirkan keterbatasan yang dimiliki maka akan berdampak bertambahnya kerusakan lingkungan di Bali. Dengan kerusakan lingkungan tersebut tentu saja berdampak negative terhadap keberlanjutan pariwisata di Bali.

Alih Fungsi Lahan, Krisis Air dan Pencemaran

Alih fungsi lahan di Bali dari tahun 2007 sampai 2011 ada kecenderungan meningkat. Rata-rata alih fungsi lahan di Bali mencapai 600 Hektar dalam setahun. Tentu saja yang paling besar menjadi korban dari alih fungsi lahan tersebut adalah lahan pertanian produktif.  Lahan pertanian produktif tersebut dalam sekejap berubah menjadi bangunan beton.

Selain itu di Bali pada tahun 2012 ramai dengan peristiwa krisis air dan kekeringan. Krisis air bersih di Bali sebenarnya sudah diperkirakan Penelitian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup pada 1997 silam menyebutkan jika Bali akan mengalami krisis air pada 2013 sebanyak 27 miliar liter. Ahli hidrologi lingkungan Universitas Udayana, Wayan Sunartha, memperkirakan Bali akan  mengalami defisit air 26,7 miliar meter kubik pada 2015.

Maraknya pembangunan akomodasi pariwisata seperti hotel dan villa di Bali tidak saja mengeksploitasi penggunaan air permukaan tetapi juga air bawah tanah, penggunaan air di Bali kini telah melebihi kapasitas siklus hidrologi, sehingga secara kuantitas volume dan kualitas air, Bali telah mengalami krisis air.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengakui kebutuhan air untuk perhotelan sangat besar. Yaitu kebutuhannya mencapai 30 liter per orang. Jika di Badung saja ada 78.000 kamar dan tingkat hunian 50 persen, berarti sekitar 34.000 kamar berisi dua orang. Itu artinya ratusan ribu liter air yang digunakan per hari.

Selain itu bukti lapangan yang dapat menjadi petunjuk awal krisis air adalah mengeringnya beberapa sungai di Bali dan tingkat intrusi air laut yang semakin parah. Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali menunjukkan bahwa 200 lebih atau 60 persen daerah aliran sungai di Bali mengering dan itu potensi air permukaan. Data BLH juga yang menyatakan bahwa daerah Suwung, Sanur dan Kuta sudah mengalami intrusi air laut sejauh satu kilometer artinya ada penggunaan air bawah tanah yang sifatnya sangat eksploitatif.

BLH juga menemukan ada 13 pantai di Bali yang tercemar limbah. Diduga limbah tersebut berasal dari hotel atau tempat usaha lainnya di sekitar pantai. Di pantai-pantai tersebut BLH menemukan beberapa zat pencemar, seperti zat nitrat, zat dari detergen, minyak, dan timbal. Akibat dari pencemaran tersebut sektor pariwisata dapat terganggu, sebab beberapa pantai yang tercemar merupakan pantai andalan pariwisata di Bali, seperti Pantai Kuta dan Sanur. Pantai lainnya yang tercemar adalah Pantai Serangan, Benoa, Tanjung Benoa, Mertasari, Lovina, Soka, Candidasa, Tulamben, Pengambengan, Gilimanuk, dan Padangbai.

Pembangunan tak terkendali

Sepanjang tahun 2012 Walhi Bali mencatat ada 5 pembangunan/proyek yang diduga akan memberi pengaruh besar terhadap kerusakan lingkungan di Bali yaitu Pembangunan Bali International Park (BIP), Pemberian izin pemanfaatan hutan Dasong dan juga hutan mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Pelanggaran AMDAL dan pengurugan laut dalam pembangunan jalan diatas perairan (JDP), serta rencana eksplorasi air oleh salah satu produsen minuman kemasan di desa Peladung Karangasem.

Alasan utama dari penolakan dibangunnya BIP adalah pembangunan BIP dengan menggunakan lahan seluas 250 hektar di Jimbaran. Alasan untamanya adalah untuk menunjang agenda APEC, padahal pembangunan BIP dianggap belum terlalu mendesak, mengingat Bali sudah biasa mengadakan pertemuan internasional di Nusa Dua. Selain itu juga masih terjadi sengketa agraria dilokasi pembangunan antara petani dompa dengan investor.

Pemberiaan izin pemanfaatan Hutan Dasong di Bali utara dan Hutan Mangrove Tahura Ngurah Rai di Bali selatan tentu akan berpengaruh terhadap lingkungan di Bali terutamanya akan berkurangnya luasan hutan di Bali. Saat ini saja luas di Bali hanya sebesar 22% dari seharusnya luas minimal 30% yang diamatkan oleh perda RTRWP Bali. Pembangunan akomodasi pariwisata di dalam hutan tentunya akan berpengaruh terhadap keadaan hutan itu sendiri.

Pemberian izin di hutan Dasong ditolak selain merupakan daerah hutan lindung, juga karena hutan di Bali utara merupakan daerah resapan air yang apabila ada kerusakan ditakutkan akan memperparah kekeringan di Bali. Ini karena hutan Dasong berdekatan dengan 3 dari 4 Danau sebagai sumber utama air di Bali yaitu danau Buyan, Tamblingan dan juga danau Beratan.

Izin pemanfaatan tahura Ngurah Rai juga ditolak karena selain sebagai daerah resapan air di Denpasar. Hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai mempunyai fungsi yang sangat vital yaitu sebagai penjaga pesisir, sebagai kawasan mitigasi bencana, tempat hidupnya berbagai biota laut, juga mempunyai kemampuam yang besar untuk menyerap karbon, selain itu mangrove juga melindungi dari tsunami dan intrusi air laut. Ditakutkan apabila ada akomodasi didalam hutan mangrove maka akan menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove. Selain itu dalam pemberian izinnya juga tidak ada ketransparanan.

Pembangunan Jalan Diatas Perairan (JDP) adalah juga mega proyek yang paling disorot ditahun 2012. Jalan yang rencananya digunakan sebagai salah satu fasilitas penunjang APEC dan altrnatif sebagai pemecah kemacetan di Bali selatan dibangun dengan melanggar AMDAL. Pelanggran AMDAL yang dimaksudkan adalah pelaksana proyek melakukan pengurugan air laut menggunakan batukapur (limestone) yang tentunya dapat mencemarkan air laut disekitar proyek dan tidak ada di dokumen AMDAL. Alasan yang diberikan oleh pelaksana proyek adalah untuk mempercepat penyelesaian proyek.

Dan terakhir adalah keinginan salah satu produsen air kemasan untuk melakukan ekploitasi mata air di desa Peladung Karangasem. Padahal di Karangsem sendiri tahun 2012 telah terjadi kekeringan diberbagai tempat. Dan apabila eksploitasi dilakukan ditakutkan akan lebih memperparah kekeringan disana. Namun warga desa Peladung melakukan penolakan, hal ini mereka sampaikan saat rapat desa.

Di Bali sendiri pada tahun 2011 Gubernur Bali sudah membuat surat edaran yang isinya untuk melakukan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata karena dari penelitian yang dilakukan oleh kementerian pariwisata, Bali selatan sudah kelebihan kamar sebanyak 9800, dan menurut kementerian Pariwisata di Bali selatan tidak memerlukan pembangunan kemBali sampai tahun 2015. Dengan semakin pesatnya pembangunan akomodasi pariwisata tentunya juga akan berimbas pada penggunaan lahan dan air.

Refleksi 

Di tahun 2013 mendatang di Bali akan dilaksanakan berbagai hajatan internasional maupun nasional, sejumlah proyekpun sudah mulai direncanakan untuk dibangun, seperti jalan diatas sawah, pembangunan sirkuit formula 1, dan tentunya yang paling marak adalah pembangunan akomodasi pariwisata.

Seharunya pemerintah provinsi Bali bisa merefleksi apa yang telah terjadi ditahun 2012 dan selanjutnya memikirkan konsep bagaimana pembangunan yang berkelanjutan, jangan hanya memikirkan sekarang. Semua yang ada di Bali dikuras untuk kepentingan uang semata dengan pariwisata sebagai kambing hitamnya. Yang menikmati hasil dari industri pariwisata di Bali sebagian besar adalah orang luar Bali. Pemerintah Bali juga harus memikirkan daya tampung dan daya dukung yang dimiliki oleh Bali.

Apabila seluruh sumber daya alam di Bali sudah terkuras habis dan lingkungan di Bali sudah rusak tentu pariwisata di Bali akan mati. Ingat Mahatma Gandhi pernah berkata : Bumi cukup untuk memenuhi semua kebutuhan seluruh makhluk hidup, tetapi tidak cukup untuk sebuah kerakusan. 

Semoga pemerintah provinsi Bali bisa sadar tentang hal ini sebelum terlambat. Apabila nantinya tanah Bali sudah habis, hutan Bali sudah rusak, Air di Bali sudah kering maka tak akan ada lagi namanya industri pariwisata di Bali dan apabila saat itu tiba pemerintah akan menyesal kalau uang yang didapat tidak berarti apa-apa lagi.

“Selamat Tahun Baru 2013 semoga damai di hati, damai di jiwa dan damai di Bumi”

Minggu, 18 November 2012

Ultah ke 22 : Doa dan Harapan Untuk Masa Depan




Sama seperti hari-hari biasanya, hari minggu inipun aku bangun pagi. Setelah merapikan tempat tidur seperti biasa kalau lagi dirumah, aku berbagi tugas dengan adikku untuk menyapu halaman rumah. Hari minggu ini terasa istimewa  karena hari ini adalah dimana 22 tahun yang lalu aku dilahirkan.

Bersyukur sekali tuhan sampai sekarang masih memberikanku kesempatan merasakan nikmatnya menghirup segarnya udara yang mungkin sudah tidar sesegar dulu karena banyaknya pencemaran udara,  masih memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri,  masih memberikanku kenikmatan dan kesehatan tanpa ada kekurangan satu apapun.

Ucapan selamat ulang tahun dan doapun banyak aku dapatkan, dari Ayah, Ibu, Adik, sanak saudara, sahabat dan teman-teman baik diucapkan langsung, sms, via Facebook ataupun twitter hampir seharian. senang rasanya masih punya orang-orang yang memperhatikan.

Hari ini berlangsung begitu cepat, ayah dan ibu sudah merencanakan untuk bikin acara makan keluarga kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahunku, maka dari sore mereka sudah mulai memasak dan adikku membeli camilan dan menyiapkan minumannya.

jam 7 malam makanan sudah tersedia, ternyata ibu dan ayah memasak makanan kesukaanku, ada babi kecap, ayam sambel matah, sayur terong, dan sambal tomat, sedangkan adikku membuatkan kami jus sebagai teman makan malam ini.

Sederhana memang tapi penuh dengan makna karena bagiku Tak perlu ada pesta gegap gempita, tak perlu ada tepuk tangan sorak gembira, atau nyanyian happy birthday. Umur hanyalah sebuah angka, tapi bukan berarti tanpa makna. Buatku bertambahnya umur berarti aku harus bisa semakin bijak dalam menyikapi hidup.

Mungkin sampai saat ini masih terlalu banyak mimpi yang belum diraih dan terlalu banyak rencana belum terwujud, tapi aku bersyukur di ulang tahunku kali ini aku sudah mendapatkan gelar sarjanaku. Harapan dan Doaku untuk ulang tahunku ini sederhana, aku ingin meraih mimpi-mimpiku dan mewujudkan impianku agar kelak bisa membanggakan orangtuaku.

Sekali lagi terimakasih tuhan hamba sudah diberikan tambahan umur, semoga hamba bisa menjadi lebih dewasa dalam berpikir, berkata, dan berbuat, tuntunlah hamba selalu dijalanmu dan selalu diberkati.terimakasih juga untuk Ayah, Ibu, Adik, Sanak Saudara, Sahabat dan teman-teman atas ucapan selamat doanya.

Jumat, 16 November 2012

Demo itu Belajar!!!




Sewaktu kuliah dulu, pernah ibu marah waktu melihat fotoku sedang orasi terpampang besar di Koran dan lumayan banyak juga saudara-saudara yang membaca langsung menasehati kalau aku harus konsentrasi untuk skripsi dan kuliahku. Mereka takut nantinya kuliahku keteteran gara-gara ikut demo. Kalau bapak orangnya demokratis, bapak tidak pernah melarang aku untuk ikut demo selama itu dijalan yang benar dan tidak mengganggu kuliahku.

Apa yang ditakutkan keluargaku kalau aku ikut demo semua bisa aku bantahkan, pemikiran orang yang bilang mahasiswa pendemo itu adalah orang bodoh, tidak punya kerjaan dan lulusnya pasti lama bahkan sampai ada yang Drop Out (DO) juga bisa aku jawab. aku menyelesaikan kuliah S1 ku tepat 4 tahun, karena setahuku standart untuk menyelesaikan pendidikan S1 memang 4 tahun. Kalau masalah IP walaupun tidak besar tapi aku bangga bisa dapat IP diatas 3, kalau masalah pintar atau bodoh sila tanyakan ke dosen dan teman-temanku di kampus. Tapi yang pasti aku bisa buktiin kepada keluargaku kalau demo tidak pernah mengganggu kuliahku.

Demo bagiku sama seperti proses kuliah dikampus, malah lebih banyak ilmu yang akan didapat karena praktek langsung. bedanya kuliah itu belajarnya di kampus kalau demo itu belajarnya di jalanan. Asal kalian tahu Demo itu ga semudah seperti yang kalian bayangkan, banyak hal yang perlu dipersipakan. Apalagi kalau kalian mau berorasi, itu bukan teriak-teriak dengan nada marah yang ga jelas dan seenaknya.

Untuk melakukan orasi, pendemo biasanya akan belajar dan menganalisa apa yang akan dia sampaikan ini tujuannya untuk membentuk pikiran yang kritis, agar peserta demo dan masyarakat mengerti apa yang dia disampaikan saat orasi.Tidak  sampai disitu, orang yang mau berorasi juga harus mempunyai keberanian karena dia akan menyampaikan sesuatu di hadapan banyak orang.

Kalau kalian bilang pendemo itu orang yang ga ada kerjaan, tapi buatku pendemo itu adalah orang yang bekerja. Pendemo adalah orang yang kritis karena mereka mempunyai pemikiran yang beda dan terus bergerak jika merasa ada sesuatu  yang tidak benar. Demo juga tidak salah dimata hukum karena demo itu adalah hak untuk mengemukakan pendapat.

Untuk kalian yang bilang demo itu tidak menghasilkan apa-apa, mungkin kalian harus belajar banyak dari sejarah. Misalkan saja saat diturunkan paksanya Soeharto jadi Presiden, itu bukan dari kalangan akademisi yang kerjaannya melakukan penelitian dan seminar berhasil menurunkan Soeharto, tetapi masyarakat yang ada di jalanan yang demo.

Jujur aku sedih mendengar cerita dari seorang adik kelas di Fakultas Hukum Udayana Angkatan 2012 yang mengatakan pada saat dia diospek dan ada materi sejarah pergerakan mahasiswa, malah pemateri mengatakan Demo itu adalah hal yang mubazir dan tidak perlu. Dia lanjut mengatakan kalau pemateri tersebut menyarankan kepada mahasiswa baru kalau ada permasalahan jangan sampai turun kejalan, mending datang langsung ke DPRD dan bicarakan langsung jadi tidak perlu berteriak dan berpanas-panasan.
Hal yang sangat aneh disaat pemateri menyampaikan materi pergerakan mahasiswa yang identik dengan demo malah menyarankan mahasiswa tidak demo lagi, boleh dikatakan pemateri yang membawakan sejarah pergerakan mahasiswa itu menyedihkan dan mungkin di tidak pernah merasakan bagaimana ikut demo, tapi membawakan materi tentang pergerakan mahasiswa.

Ingat kalian adalah mahasiswa yang punya idealisme dan membunyai tugas sebagai agen of change dan agent of social control di masyarakat. Kalian juga punya tanggungjawab kepada masyarakat bukan malah nyaman dengan status “mahasiswa” seakan menutup mata dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Bergeraklah kalian Mahasiswa!!

"perlawanan tidak akan pernah datang dari tempat yang nyaman"

Hidup Mahasiswa!!!

Senin, 12 November 2012

Cabut Izin Pengusahaan Pariwisata Alam PT. Tirta Rahmat Bahari di Hutan Mangrove Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Denpasar




Bali adalah gugusan pulau kecil. Makin lama situasi lingkungan hidup di Bali semakin rentan. Fakta-fakta berikut menjelaskan bahwa situasi lingkungan hidup di Bali sangat memprihatinkan :
1)      Luas kawasan hutan di Bali hanya 20% dari luasan pulau Bali, defisit 10% dari luas minimal 30% dari luas wilayah pulau Bali yang diamanatkan Perda RTRWP Bali. Itupun dalam keadaan kritis.
2)      Pencemaran di 13 titik pantai strategis akibat industri pariwisata seperti kawasan pantai sanur, pantai mertasari, pantai kuta, pantai lovina, pantai candidasa, pantai tanah lot, pantai soka dll.
3)      Interusi air laut (masuknya air laut ke daratan) massif terjadi. Di daerah Sanur kurang lebih mengalami interusi sejauh ±1 KM
4)      Kerusakan kawasan pesisir pada 140 titik abrasi dari panjang pantai sekitar 430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 km per tahun dengan erosi ke daratan 50-100 meter per tahun

Hutan Mangrove di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai merupakan benteng terakhir kawasan pesisir Bali Selatan dari abrasi/erosi. Selain berfungsi sebagai pengendali intrusi air laut, mereduksi polutan dan pencemaran air agar kualitas air terjaga, serta tempat berbagai jenis fauna dan biota laut berkembang biak termasuk sebagai kawasan mitigasi bencana terutama Bencana Tsunami. Hal ini mengingat daerah ini memiliki sejarah terkena Tsunami, setidaknya tujuh kali dari tahun 1818 sampai 1994 dengan rata-rata kejadian setiap 25 tahun.

Ditengah kondisi lingkungan hidup yang makin kritis, tidak disangka pada tanggal 27 Juni 2012 Gubernur Bali menerbitkan izin pengusahaan pariwisata alam di kawasan Mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai kepada PT. Tirta Rahmat Bahari (PT. TRB) seluas 102.22 Ha melalui Surat Keputusan Gubernur Bali No. 1051/03-L/HK/2012. Jangka waktu yang diberikan kepada PT. TRB selama 55 tahun disertai hak prioritas selama 20 tahun. Dapat dikatakan kawasan mangrove akan diusahakan oleh PT. TRB selama 75 tahun.

Ironisnya, berdasarkan masterplan pembangunan oleh PT. TRB, di kawasan Tahura Ngurah Rai akan dibangun akomodasi wisata berupa 75 penginapan, 8 restaurant, 2 Spa, coffe shop dan penunjang pariwisata alam yang lain. Bayangkan betapa kelestarian kawasan hutan mangrove TAHURA Ngurah Rai akan terancam.

Terbitnya surat keputusan Gubernur Bali tersebut tentu saja tidak sesuai dengan visi Gubernur Bali untuk mewujudkan Bali Clean and Green. Bertentangan dengan semangat kebijakan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali Selatan dan bertentangan dengan asas-asas good governance/pemerintahan yang baik.

Mengingat vitalnya fungsi hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai tersebut dan melihat kondisi lingkungan hidup di Bali yang semakin kritis, ayo dukung gerakan agar Gubernur Bali mencabut Surat Keputusan Gubernur Bali No. 1051/03-L/HK/2012 tentang izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Provinsi Bali seluas 102,22 Ha kepada PT. Tirta Rahmat Bahari.

Paraf petisi ini, sekarang! http://www.change.org/id/petisi/cabut-izin-pengusahaan-pariwisata-alam-pt-tirta-rahmat-bahari-di-hutan-mangrove-kawasan-taman-hutan-raya-ngurah-rai-denpasar

Selamatkan Hutan Mangrove dan Lingkungan Hidup di Bali untuk masa depan anak cucu kita!  #SaveMangrove

Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali (WALHI Bali, FRONTIER Bali, Bali Outbound Community, LPM Kertha Aksara, dan indvidu-individu peduli lingkungan)

Sabtu, 03 November 2012

Sebelum Api Pariwisata Memusnahkan Bali



Pariwisata adalah api. Dia harus dikendalikan.
Kebudayaan merupakan potensi dalam pengembangan pariwisata di Bali. Pengembangan pariwisata bertumpu kepada kebudayaan biasa disebut pariwisata budaya. Kebudayaan di sini adalah kebudayaan di Bali baik dari segi adat istiadat, kesenian, kearifan lokal dan lain-lain yang mendukung pariwisata di Bali.
Selain kebudayaan, keindahan alam Bali juga menjadi tempat favorit untuk berwisata. Bali juga menawarkan keindahan alam dan kebudayaan yang sudah terkenal. Alam yang indah merupakan anugerah Tuhan untuk masyarakat Bali. Karena itu alam harus dijaga kelestariannya agar Bali tetap menjadi primadona tempat berwisata. Adapun budaya yang terkenal di Bali antara lain seni tari, lukis, dan patung. Semua budaya itu juga harus dijaga kelestariannya agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
Selain keindahan alam dan keunikan budayanya, Bali juga terkenal karena kesakralannya. Banyaknya Pura, tempat pemujaan bagi umat Hindu, membuat Bali mendapat sebutan Pulau Seribu Pura. Hal tersebut di ataslah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Bali.
Walaupun sempat luluh lantak karena dua kali serangan bom, namun pariwisata Bali dengan cepat bisa bangkit. Bahkan, pariwisata Bali berkembang sangat pesat khususnya di wilayah Bali selatan. Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkonsentrasi ini dapat menimbulkan berbagai dampak, positif ataupun negatif.
Dampak positif perkembangan pariwisata di Bali antara lain memperluas lapangan pekerjaan, bertambahnya kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan, terpeliharanya kebudayaan Bali, dan dikenalnya kebudayaan Bali.
Adapun dampak negatif perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali adalah terjadinya tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah Bali, timbulnya komersialisasi terhadap kebudayaan Bali, berkembangnya pola hidup konsumtif masyarakat Bali, terganggunya lingkungan hidup di Bali, makin terbatasnya lahan pertanian di Bali, pencemaran budaya, dan terdesaknya masyarakat Bali.
Selain dampak-dampak di atas, ada pula dampak positif dari kegiatan pariwisata terhadap budaya masyarakat Bali. Misal, munculnya kreativitas dan inovasi budaya, akulturasi budaya, dan revitalisasi budaya. Sedangkan dampak negatif yang sering dikhawatirkan terhadap budaya masyarakat Bali adalah adanya proses komodifikasi budaya, peniruan budaya dan profanisasi budaya (Shaw and Williams, dalam buku Ardika 2003:25).
Dampak pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal sebagaimana disebutkan di atas akibat tiga hal. Pertama, masyarakat ingin memberikan hasl karya seni atau kerajinan yang bermutu tinggi kepada para pembeli (wisatawan). Kedua, untuk menjaga citra dan menunjukan identitas budaya masyarakat lokal kepada wisatawan yang datang berkunjung. Ketiga, masyarakat ingin memperoleh uang akibat meningkatnya komersialisasi (Graburn 200 dalam Ardika 2003).
Subadra (2006) memberikan batasan yang lebih jelas mengenai dampak sosial-budaya pariwisata. Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal, seperti kegiatan keagamaan, adat-istiadat dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal.
Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik kepentingan di antara para pemangku kebijakan, kebencian dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-masalah sosial seperti praktek perjudian dan prostitusi.
Adanya dampak positif pariwisata di Bali terhadap kebudayaan Bali menunjukan keselarasan ungkapan “Pariwisata untuk Kebudayaan”. Artinya pengembangan pariwisata benar-benar memberikan dampak positif terhadap perkembangan kebudayaan dalam arti luas. Ini artinya perkembangan pariwisata di Bali secara positif dapat memperkokoh kebudayaan Bali itu sendiri.
Eksploitasi
Di samping pariwisata dapat mengembangkan dan melestarikan kebudayaan, sekarang ini yang sering terjadi malah sebaliknya yaitu tereksploitasinya kebudayaan Bali yang berlebihan demi kepentingan pariwisata. Tentu hal ini akan berdampak negative terhadap perkembangan kebudayaan Bali, ini sering terjadi akibat adanya komersialisasi kebudayaan dalam pariwisata. Artinya, memfungsikan pola-pola kebudayaan seperti kesenian, tempat-tempat sejarah, adat-istiadat, dan monument-monumen diluar fungsi utamanya demi kepentingan pariwisata.
Perkembangan pariwisata memang dapat menumbuhkembangkan aspek-aspek kebudayaan seperti kesenian dan adat-istiadat di Bali. Akan tetapi, di balik itu ternyata muncul permasalahan akibat tereksploitasinya aspek-aspek kebudayaan tadi. Misalnya, muncul berbagai kesenian yang awalnya hanya dipentaskan untuk kepentingan upacara agama, kemudian dipertunjukan untuk kepentingan wisatawan. Demikian juga dijadikannnya tempat suci sebagai objek wisata. Ini merupakan fakta yang terjadinya komersialisasi budaya dalam pariwisata di Bali, karena sudah berubah dari fungsi utamanya.
Disamping terjadinya komersialisasi, tampaknya yang perlu juga menjadi pemikiran bersama adalah adanya pola pembinaan kebudayaan dalam arti luas sebagai pendukung kepariwisataan. Sudah menjadi kenyataan devisa yang dihasilkan dari pengembangan pariwisata digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang. Devisa itu dibagi-bagi kesemua aspek pembangunan, sehingga dirasakan sangat kecil kembali pada bidang kebudayaan. Padahal seccara nyata kebudayaan itulah sebagai penopang paling besar dalam pariwisata untuk mendatangkan devisa.
Kesan yang ditimbulkan dari kejadian tersebut adalah bukan Pariwisata untuk Kebudayaan tetapi Kebudayaan untuk Pariwisata hal ini dapat dilihat dari tereksploitasinya kebudayaan Bali untuk kepentingan promosi tanpa adanya usaha untuk menjaga dan melestarikannya. Sebagai contoh adalah banyaknya museum-museum di Bali yang tidak terawat, padahal museum ini merupakan asset budaya Bali yang tidak ternilai harganya. Hal lain adalah sekarang petani di Bali sudah banyak termakan bujuk rayu para investor agar petani di Bali mau menjual sawahnya untuk kepentingan pembangunan akomodasi pariwisata. Padahal pertanian di Bali merupakan salah satu budaya yang dimiliki karena disini ada Subak yaitu organisasi pengairan yang hanya ada di pulau Bali. Logikanya adalah apabila lahan pertanian sudah habis maka dengan sendirinya subak tersebut akan hilang.
Contoh lain adalah para penyedia jasa pariwisata/akomodasi pariwisata berlomba-lomba untuk menawarkan hotel, resort ataupun vila-vila dengan pemandangan yang indah dan fasilitas mewah yang bisa disewa apabila mereka  berkunjung ke Bali, dan sebagai bonusnya para wisatawan yang datang ke Bali dapat menyaksiakan kebudayaan Bali. Dari logika ini maka Bali yang selama ini di kenal sebagai Pariwisata untuk kebudayaan berubah menjadi kebudayaan untuk pariwisata.
Masyarakat Bali seharusnya segera sadar dengan kejadian ini agar Bali tidak kehilangan jatidirinya, yaitu Bali sebagai pariwisata untuk kebudayaan yang dikenal karena keindahan alam, seni, budaya dan keramah-tamahan masyrakatnya, bukan kebudayaan untuk pariwisata dimana Bali dikenal karena hotel, resort atau vila-vila mewahnya. Dan jangan sampai Bali menjadi korban dari pesatnya perkembangan pariwisatanya sendiri karena tunduk kepada kepentingan investor.
Pariwisata itu adalah Api. Maka jika pariwisata tidak dikendalikan dengan kebijakan tepat, bukan berkah yang akan diterima, melainkan bencana. Kobaran api pariwisata akan membakar habis Bali hingga tak bersisa. Bahkan api pariwisata bisa menjelmakan Bali dari “The Last Paradise” (surga terakhir) menjadi “The New Hell” (neraka yang baru). [b]

Minggu, 21 Oktober 2012

Izin Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali Janggal!



Lumayan banyak pengguna twitter yang berdiskusi tentang keluarnya izin pemanfaatan hutan mangrove oleh Gubernur Bali seluas 102,22 Hektar kepada investor, timeline twitterpun di penuhi argument orang-orang yang Pro dan Kontra. Disini saya dan teman-teman hanya memberikan analisa kecil mengapa izin pemanfaatan hutan mangrove kepada investor itu harus dicabut oleh pemerintah provinsi Bali dalam hal ini Gubernur :

a). Yang pertama adalah proses keluarnya izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai kepada investor seluas 102,22 hektar :

Dari segi legalformal pengeluaran izin tersebut dapat dikatakan sudah sesuai dengan peraturan yang dipakai sebagai dasar pertimbangan yaitu UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Juga PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Tetapi ada yang harus diingat ada aturan legalformal yang diabaikan dalam pemberian izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai  yaitu Pemerintah dalam hal ini lembaga Eksekutif ( Gubernur Bali ) tidak mengajak DPRD Bali sebagai lembaga Legislatif yang mempunyai fungsi Pengawasan terhadap setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur dan hal ini diatur didalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dari segi kepatutan pengeluaran izin tersebut dikatakan tidak patut karena situasi kawasan hutan di Bali saat ini yang ada hanya sekitar 20% dari luas wilayah Bali dan berada dalam situasi kristis karena banyaknya alih fungsi lahan, kebakaran hutan, dan illegal logging sehingga setiap tahun luas kawasan hutan di Bali semakin berkurang. Luas kawasan hutan yang tersisa di Bali sekitar 20% tentu tidak sesui dengan amanat Perda No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali pasal 59 ayat (3) huruf c yang mengamanatkan luas kawasan hutan di Bali adalah Minimal 30% dari luas wilayah Bali.

Selain hal tersebut pemberian izin pemanfaatan tahura itu tidak sesuai dengan program Bali Clean and Green yang diwacanakan oleh pemerintah provinsi Bali dan juga Moratorium akomodasi pariwisata yang diwacanakan oleh Gubernur Bali. Karena dengan luas kawasan hutan di Bali yang masih sekitar 20% seharusnya pemerintah menambah kawasan hutan di Bali dengan jargon Bali Clean and Greennya, bukan malah memberikan izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai kepada investor.

Kita juga harus ingat statement Gubernur Bali di media massa, kalau izin yang diberikan tersebut sudah dikaji selama 2 tahun, Faktanya adalah Direktur PT. Tirta Rahmat Bahari baru mengajukan izin pemanfaatan kepada gubernur pada tanggal 27 April 2011, setelah itu Gubernur memberikan izin prinsip pada tanggal 29 Juli 2011 dan pada tanggal 27 Juni 2012 Gubernur mengeluarkan keputusan yang memberikan izin pemanfaatan kepada PT. Tirta Rahmat Bahari di Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 hektar. Logikanya adalah dari mana dasar statement Gubernur Bali yang menyatakan izin yang diajukan tersebut sudah dikaji selama 2 tahun, anak SD saja tahu kalau dari awal PT. Tirta Rahmat bahari mengajukan izin ( 27 April 2011) sampai keluarnya keputusan Gubernur ( 27 juni 2012 ) tidak sampai dua tahun.

Dari tidak diajaknya DPRD Bali sebagai lembaga legislative yang mempunyai fungsi pengawasan dan begitu lancarnya izin yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali kepada Investor tentu kita patut bertanya ada apa sebenarnya di Balik semua ini?

b). Yang kedua adalah statement-statement yang diberikan Pemerintah Provinsi Bali yang sering kali berubah-ubah (plin-plan)

Kita dapat membaca sendiri di media massa, pada awalnya kepala dinas kehutanan menyatakan bahwa di wilayah Tahura tersebut tidak akan ada bangunan yang didirikan, investor hanya akan membatu menjaga kebersihan dan kelestarian hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai. Tetapi setelah didesak kepala dinas kehutanan menyatakan akan ada pembangunan pesraman/penginapan terapung di kawasan Tahura dan wisatawan yang dapat menginap juga selektif, Percayakah Kita? Tentu tidak! setelah didesak kembali, dinas kehutanan akhirnya mengakui akan ada pembangunan akomodasi pariwisata tetapi tidak akan ada pemotongan Hutan mangrove di kawasan tahura. tetapi dari rencana pemanfaatan yang kami baca dalam lampiran keputusan Gubernur, bahwa di wilayah tahura tersebut akan dibangun 75 penginapan, 8 unit restaurant, 2 spa dan bangunan lain yang menunjang akomodasi pariwisata di kawasan tersebut.

Dari statement bahwa pemerintah provinsi berani menjamin tidak akan ada pemotongan pohon bakau dihutan mangrove dan akan mencabut izin langsung apabila itu dilakukan, percayakah kita? Sekali lagi TIDAK!, kita dapat pelajaran berharga dari pembangunan Jembatan Diatas Perairan (JDP) yang akan menghubungkan Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, tentu kita masih ingat bahwa proyek yang diagung-agungkan pemerintah tersebut tidak melihat kelestarian lingkungan disekitar, seperti yang kita ketahui bersama pelaksana proyek melakukan tindakan yang melanggar AMDAL yaitu pelaksana proyek dengan alasan percepatan penyelesaian proyek, memilih mengurug air laut dengan batukapur (limestone) dan akibatnya adalah air laut disekitar proyek tercemar dan pohon bakau disekitar mangrove juga mati, selain itu pemanfaatan hutan mangrove untuk pembangunan JDP yang awalnya dalam izin seluas 2.3 hektar tetapi dalam kenyataannya kawasan hutan mangrove yang dimanfaatkan seluas 4.6 hektar patut juga dipertanyakan apakah itu legal apa illegal?.

Pengurugan air laut tersebut sudah terang-benderang melanggar AMDAL dan dapat dijatuhkan sanksi oleh pemerintah sesuai dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi pemerintah provinsi Bali dalam hal ini yang mempunyai kewenangan Gubernur Bali seakan tidak mau tahu dengan kejadian tersebut, karena sampai saat ini Gubernur Bali diam tak bergeming terhadap pelanggaran AMDAL yang dilakukan oleh pelaksana proyek JDP yang terlihat dengan mata.

Selain hal tersebut yang harus diketahui kalau statement kepala dinas kehutanan yang menyatakan tidak akan ada penebangan hutan bakau, saya katakan hanya sebagai bualan belaka karena, dalam keputusan gubernur terhadap izin yang diberikan kepada PT. Tirta Rahmat Bahari yang saya pelajari, disana terdapat OPSI kepada investor apabila hendak melakukan penebangan pohon bakau investor harus mendapatkan izin dari dinas kehutanan. Jadi logikanya disini investor tetap dapat melakukan penebangan pohon bakau kalau sudah mendapat izin dari dinas kehutanan, kalau sudah begitu siapa lagi yang akan menjamin kelestarian hutan mangrove, mengingat fungsi hutan mangrove yang begitu vital?.

Dari statement pemerintah yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi Bali tidak mempunyai dana untuk merawat hutan mangrove hal tersebut dapat dibantahkan karena Gubernur Bali pernah menyatakan bahwa pemerintah Provinsi Bali mempunyai tabungan sebesar kuranglebih Rp. 500 milyar di BPD. Mengapa dengan dana yang ada tersebut pemerintah provinsi tidak langsung merawat hutan mangrove di tahura ngurah rai, mengapa harus menyerahkan kepada investor? Kalau memang pemerintah provinsi ada dana tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk merawat hutan mangrove di tahura Ngurah Rai, mengapa pemerintah provinsi tidak memberikan masyarakat desa setempat saja yang mengelola, supaya desa setempat mendapatkan penghasilan dari pengelolaan hutan mangrove, selain itu masyarakat desa juga pasti akan mendapatkan manfaatnya apabila hutan mangrove tersebut diberkan kepada desa.

 c). yang ketiga adalah tuduhan-tuduhan tidak berdasar yang ditujukan kepada Walhi

statement Gubernur Bali yang menuduh Walhi Bali dalam melakukan aksi #savemangrove ada yang menunggangi atau ada yang membayar, kami katakan itu sama sekali tidak benar. Bisa ditanyakan sendiri ke kawan-kawan musisi yang ikut mendukung aksi walhi, apakah benar gerakan walhi ada yang membayar? Walhi sendiri sudah secara terang-terangan menantang Gubernur Bali untuk membuka siapa orang/pihak yang telah membayar walhi untuk melakukan penolakan terhadap pemanfaatan hutan mangrove seperti yang dituduhkan, bahkan kawan-kawan walhi dan juga Kekal siap diaudit keseluruhan oleh Gubernur dan Masyarakat Bali. Kalau teman-teman tidak percaya, silakan datang sendiri kesekretariat walhi dan cek apa saja aset-aset yang walhi dan orang didalamnya miliki. Tetapi kembali kami bertanya apakah pemerintah Provinsi Bali dan Gubernur berani secara terang-terang memberikan informasi tentang apa saja yang dimiliki? Mengapa dalam hal ini Gubernur Bali sepertinya panik dan menuduh Walhi ada yang menunggangi tanpa adanya dasar yang kuat?

Selain hal tersebut, tentang statement Gubernur Bali yang menyatakan bahwa Walhi tidak mengerti dengan permasalahan ini, dan kadar kecintaan lingkungan Gubernur lebih besar. Walhi mengajak Gubernur Bali untuk debat terbuka untuk membicarakan masalah lingkungan di Bali.

Lingkungan di bali semakin hari kualitasnya semakin menurun, yang wajib menjaga bukan hanya walhi saja sebagai LSM lingkungan, tetapi Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan juga masyrakat Bali juga harus ikut menjaga agar lingkungan di Bali, bukan malah merusak lingkungan hidup di Bali dengan alasan menunjang pariwisata.

Mungkin sekian dulu penjelasan dari kami, kalaupun ada yang kurang jelas mari kita berdiskusi bersama, asal tidak ada saling tuduh, karena kami yakin masyarakat Bali pasti tidak ingin lingkungannya rusak, kecuali ada orang bali yang memang tega menjual Bali kepada investor yang tidak perduli dengan lingkungan di Bali dan hanya mengejar keuntungan semata. Yang harus diingat kembali, alam adalah titipan dari tuhan yang harus kita jaga, untuk anak dan cucu kita nantinya. Terima kasih.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Jangan Korbankan Hutan Mangrove dengan alasan apapun!




Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai  adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan letak geografisnya, Tahura Ngurah Rai terletak pada segi tiga emas pusat pariwisata Bali. Di sebelah timur terletak Pantai Sanur, di sebelah barat Pantai Kuta dan di sebelah selatan Kawasan Wisata Nusa Dua. Akses menuju Tahura Ngurah Rai juga sangat mudah karena dekat dari pusat Kota Denpasar dan juga dari Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung.

Selain terletak dikawasan yang strategis, pesona Taman Hutan Raya Ngurah Rai disebabkan oleh panorama khas hutan mangrovenya. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang  mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa  kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya : Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, proteksi terhadap gelombang atau angin kencang, Pengendali intrusi air laut, Habitat berbagai jenis fauna, Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang, Pembangun lahan melalui proses sedimentasi, Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air), dan juga sebagai Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain. 

Karena alasan diatas kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai kemudian menjadi daya tarik bagi para pemilik modal untuk mengembangkan usaha akomodasi pariwisata khususnya sarana wisata alam pada kawasan tersebut. Pengusahaan sarana wisata alam pada kawasan taman hutan raya memang dimungkinkan oleh beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44). Namun bukan berarti pembenaran dengan alasan demi kepentingan pariwisata dan peningkatan PAD sehingga memberikan izin kepada investor untuk mengelola hutan mangrove tersebut yang dikhawatirkan dapat dapat merusak hutan mangrove dan lingkungan disekitar, mengingat pentingnya peranan hutan mangrove bagi kawasan pesisir .

Apalagi menurut BAPPEDA Provinsi Bali Luas Kawasan Hutan di Bali semakin sempit, saat ini di Bali proporsi kawasan hutan hanya 23% kurang dari target 30% luas wilayah Bali seperti yang diamanatkan dalam Perda RTRWP Bali pasal 59 ayat (3) huruf b yang menyatakan (3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan rakyat, mencakup:  b. mendukung pencapaian tutupan vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Pulau Bali. sehingga amanat dari Perda RTRWP Bali belum terpenuhi karena saat ini Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas 7%. Logikanya adalah seharusnya Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali menambah kawasan hutan di Bali.

Faktanya saat ini Pemerintah Provinsi Bali dengan Jargon Bali Clean and Greennya terlihat hanya sebatas wacana, dibuktikan dengan dikeluarkannya izin prinsip terhadap pemanfaatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai oleh Gubernur Bali kepada PT Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22 ha melalui SK No 523.33/873/dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011, atas izin prinsip itulah pihak dirjen perlindungan Hutan dan Konservasi alam mengeluarkan SK 77/IV-SET/2012 tertanggal 9 mei 2012. Setelah itu keluarlah Keputusan Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12 diterbitkan pada tangal 27 juni 2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari.

Timbul pertanyaan kemudian Bagaimana konsistensi Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Bali didalam menjaga lingkungan di Bali,  apakah Jargon Bali Clean and Green yang selama ini selalu dikampanyekan oleh Gubernur Bali hanya sebuah kebohongan dan menjadi lips service dari Gubernur Bali saja. Selain hal tersebut patut juga dicurigai adanya orang yang mempunyai kedekatan dengan Gubernur Bali berada dibalik PT Tirta Rahmat Bahari, karena proses perijinan pengelolaan kawasan TNR seluas 102,22 ha sangat mudah dan cepat sampai-sampai DPRD Provinsi Bali sebagai lembaga Legislatif yang mengawasi Gubernur tidak mengetahui Gubernur Bali telah mengeluarkan izin untuk mengelola kawasan TNR seluas 102,22 ha.

Apabila dengan alasan peningkatan PAD dan juga karena besarnya biaya untuk perawatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai dijadikan alasan untuk memberikan pengelolaan hutan mangrove kepada investor, mengapa Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk mengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai? Sebagai contoh saja di Desa Pakraman Padangtegal Ubud, Monkey Forest dikelola oleh desa adat, dan sampai sekarang hutan disana tetap terjaga dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, bahkan menjadi penghasil terbesar bagi desa. Seharusnya pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali harus mengkaji ulang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari mengingat pentingnya fungsi dari hutan mangrove tersebut dan untuk menunjukan bahwa pemerintah Provinsi Bali benar-benar menjalankan program bali clean and greennya.

Mahatma Gandhi Mengatakan bahwa Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk satu kerakusan. #SaveMangrove

Minggu, 26 Agustus 2012

Lahan Pertanian “Tumbal” Pembangunan Akomodasi Pariwisata di Ubud




Pulau Bali atau yang dikenal juga sebagai pulau Dewata adalah salah satu tempat di dunia yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan. Keindahan alam bercampur dengan keunikan seni budaya yang tidak dimiliki oleh tempat lain dan juga keramah-tamahan penduduknya menjadikan pulau Bali sangat mendunia dan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun lokal.

Banyak tempat yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan jika ingin berkunjung ke Bali, salah satunya adalah desa Ubud. Ubud berasal diri kata ubad yang berarti obat, dan seperti kenyataannya Ubud seakan menjadi obat bagi para wisatawan yang berkunjung kesini, keindahan alam berpadu dengan seni dan budaya, keramah-tamahan penduduk serta di balut dengan pesona spiritual menjadikan Ubud sebagai “Kota Terbaik Asia” pada tahun 2009 oleh majalah pariwisata Conde Nast Traveller.

Tentu dengan predikat “kota terbaik asia” tersebut semakin banyak menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Ubud, dan bukan hanya wisatawan para investorpun mulai beramai-ramai menanamkan modalnya di Ubud dengan harapan memperoleh banyak keuntungan dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Ubud dengan membangun fasilitas akomodasi pariwisata. Ubud seperti daerah tujuan pariwisata yang lain, para wisatawan juga membutuhkan akomodasi pariwisata berupa penginapan, restaurant dan fasilitas penunjang pariwisata yang lain, namun sayangnya yang menjadi tumbal dari pembangunan akomodasi pariwisata di Ubud adalah lahan pertanian yang produktif.

Menurut Prof. windia, guru besar dari fakultas Pertanian Universitas Udayana sebagian besar luas lahan pertanian di Ubud sudah beralih fungsi menjadi lokasi pembangunan hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas pariwisata yang lainnya, misalkan subak muwa Ubud dahulu memiliki luas lahan pertanian sekitar 40 hektare, namun kini luas lahan pertanian yang tersisa hanya sekitar 4 hektare. Sangat disayangkan memang padahal lahan pertanian juga sangat mendukung pariwisata di Ubud. Selain itu dengan berkurangnya lahan pertanian di Ubud kemungkinan juga akan menghilangkan Sekaa subak yang ada di Ubud. Subak adalah organisasi petani untuk mengelola air irigasi ke lahan-lahan pertanian, selain itu subak juga dapat dikatakan kebudayaan yang dimiliki oleh Bali.

Sampai saat inipun semakin banyak lahan-lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi hotel, vila, restaurant dan juga fasilitas penunjang pariwisata yang lain. Sawah-sawah di desa-desa Ubud akan semakin habis, dan mungkin suatu saat nanti pemandangan sawah hijau membentang tak akan bisa terlihat lagi saat berkunjung ke Ubud. Ekonomi memang menjadi alasan utama para petani menjual lahan pertaniannya kepada investor, karena biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak sebanding dengan hasil pertanian yang meraka dapat, terlebih para petani juga harus membayar pajak yang mahal.

 Namun Ubud tetaplah Ubud yang menjadi daerah tujuan pariwisata yang sudah mendunia dan ramai dikunjungi oleh wisatawan, tetapi suatu saat wisatawan akan merasa kehilangan suasana ubud yang masih hijau dan banyak pemandangan sawah yang memberi ketenangan, berganti dengan banyaknya bangunan akomodasi pariwisata dengan hingar-bingarnya.
        
          “Alam Bukanlah Warisan Nenek Moyang Kita, Tetapi Alam Adalah Titipan Tuhan Untuk Anak Cucu Kita Nantinya”




Sabtu, 16 Juni 2012

Hari Raya Saraswati : Hari Turunnya Ilmu Pengetahuan

Hari ini sabtu tanggal 16 juni 2012, umat hindu merayakan hari raya saraswati. Hari raya saraswati datang setiap 210 hari sekali atau 6 bulan sekali diperingati sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan, di percaya pada hari raya saraswati dewi ilmu pengetahuan dalam mitology hindu yaitu dewi saraswati menurunkan ilmu pengetahuan kepada manusia, agar manusia tersebut tidak bodoh.

Hari raya saraswati biasanya diisi dengan kegiatan persembahyangan di sekolah-sekolah, di rumah dan juga di pura-pura. Seperti hari ini aku memulai persembahyangan saraswati di kampusku yaitu di fakultas hukum universitas udayana, ini kalau tidak salah adalah untuk ketiga kalinya aku melakukan persembahyangan di kampus saat hari raya saraswati, karena biasa aku hanya sembahyang di SMA N 1 UBUD yaitu di mana aku dulu menuntut ilmu dan juga paling dekat dengan rumah.

Aku seperti itu karena aku percaya tuhan itu satu dan ada dimana- mana, makanya kalau hari raya saraswati aku sangat jarang sembahyang di kampus, aku berpikir toh juga disana sama-sama menyembah dewi saraswati saat hari raya saraswati, hanya tempatnya saja yang membedakan.

Namun memang hari raya saraswati ini aku pengen sembahyang dikampusku, makanya dari hari kemarinnya aku sudah tinggal di denpasar, karena di kampusku biasanya persembahyangannya di mulai lumayan pagi, takutnya kalau aku dari ubud akan telat sampai di kampus.

Dan jam 10 pagi persembahyangan hari raya saraswati dikampusku mulai, setelah selesai sembahyang dikampus barulah aku pulang ke ubud dan melanjutkan sembahyang saraswati di rumah, sma, dan pura maksanku. Selamat hari raya saraswati umat sedharma, semoga ilnu pengetahuan yang kita punya bisa kita gunakan untuk kepentingan banyak orang.


Kamis, 07 Juni 2012

Kado Yang Menyakitkan Di Ulang Tahun Emas Universitas Udayana



Universitas Udayana atau lebih sering disebut UNUD adalah universitas negeri terbesar yang ada di pulau bali, pulau yang selalu ramai di kunjungi oleh wisatawan baik asing maupun domestic karena keindahan alam, keunikan budaya dan juga keramah tamahan penduduknya. Unud yang berdiri secara sah pada tanggal 29 September 1962, tahun ini akan memasuki ulang tahun emas atau lebih dikenal dengan dies natalis ke 50. Namun semarak untuk menyambut usia ke 50 tersebut dinodai dengan naiknya biaya pendidikan di semua fakultas yang ada di Unud.

            Tidak tanggung-tanggung kenaikan biaya di semua Fakultas di lingkungan Unud mencapai 100% sampai 300%, pengumuman tentang kenaikan biaya pendidikan di Unud tersebut dapat dilihat di web www.Unud.ac.id adanya rencana kenaikan ini akan berlaku untuk semua Fakultas di Unud tanpa terkecuali, hal tersebut karena adanya SK Dikti agar setiap Perguruan Tinggi menerapkan Uang Kuliah Tunggal.

Rincian kenaikan itu ada pada biaya Sumbangan Operasional Pendidikan (SOP), dan Sumbangan Pembangunan Infrastruktur (SPI). Seperti Teknik Informatika, biaya SOP yang awalnya Rp 500 ribu menjadi Rp 1 juta. Kemudian untuk Fakultas Ekonomi yang tahun sebelumnya tidak ada biaya untuk SOP tahun ini semua jurusan dikenai biaya yang sangat beragam mencapai Rp 1,6 juta. Untuk pembiayaan ada SPI juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan seperti Fakultas MIPA Jurusan Teknik Informatika yang tahun lalu hanyaRp 10 juta kini menjadi 15 juta, kemudian Program Studi Matematika dari Rp 2,5 juta menjadi Rp 4,5 juta. Peningkatan paling mencolok adalah Pendidikan Dokter yang tahun kemarin SPI hanya Rp 25 juta kini menjadi Rp 40 juta. Bukan hanya itu saja, kenaikan ini juga berimbas dengan biaya per semester yang akan ditanggung oleh mahasiswa baru nanti.

Aku sendiri adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unud angkatan 2008, dan setiap semester aku harus membayar SPP sebesar Rp 770 ribu dan hanya semester dua aku membayar Rp 830. Hal tersebut karena waktu mendaftar kuliah pertama dulu biaya yang dikeluarkan sudah termasuk untuk membayar SOP, SPI dan lainnya tetapi belum termasuk KKN dan Wisuda. Berbeda dengan sekarang mahasiswa baru angkatan 2012 rencananya akan dikenakan biaya Rp. 2.5 juta per semester. Spp memang tidak di naikkan, yang di naikkan tersebut adalah SOP dan SPI di tambah juga biaya KKN, biaya Wisuda, Asuransi dan lain-lain, pembayarannya dengan cara mencicil sehingga total yang harus dibayarkan mahasiswa angkatan tahun 2012 nantinya adalah sebesar 2.5 juta per semesternya.

Kalau dijumlah total biaya yang harus aku keluarkan untuk kuliah sampai dengan semester delapan adalah hampir Rp. 11 juta itu sudah termasuk uang daftar kuliah, SPP delapan semester, uang KKN dan juga Wisuda. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa angkatan 2012 nantinya adalah sebesar Rp. 20 juta itu dihitung dari besarnya biaya yang dikeluarkan selama satu semester yaitu Rp. 2.5 juta dikalikan delapan, naiknya sangat lumayan bukan?.

Peningkatan biaya kuliah ini tentunya akan sangat memberatkan bagi orang tua mahasiswa yang ingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi di Unud. Kawan-kawan mahasiswa di Unud khususnya melalui BEM PM Unud dan juga DPM Unud dan seluruh organisasi mahasiswa di setiap Fakultas, mengajak kawan-kawan berjuang agar biaya pendidikan di Unud tidak naik, karena seperti mandat yang terdapat di dalam pembukaan UUD 1945 negara seharusnya menjamin pendidikan bagi warga negaranya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri.

Benar memang kenaikan biaya pendidikan tersebut bukan kita yang akan merasakan, tetapi adik-adik kita di tahun-tahun yang akan datang, tetapi dari apa yang kita bayar tidak sebanding dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh pihak Kampus sendiri, dan sangat aneh jika sekarang Rektor malah ingin menaikkan biaya pendidikan di saat Universitas Udayana akan merayakan Ulang Tahun emasnya yaitu Dies ke 50, apabila biaya pendidikan di Unud benar-benar dinaikkan makan akan menjadi kado yang sangat menyakitkan untuk mahasiswa.