Minggu, 28 Juli 2013

SESAT PIKIR PEMBANGUNAN MEGA PROYEK DI BALI




Bali dikenal sebagai pulau surga sehingga banyak wisatawan yang tertarik ke Bali, tak hanya menikmati keindahan alam dan budayanya, para wisatawan juga tertarik untuk berinvestasi di Bali. Belakangan ini Bali mulai dijejali sejumlah mega proyek baik yang sudah di bangun ataupun yang akan di bangun, namun semua proyek yang dibangun tersebut diduga kuat tanpa memperhitungkan dampak kedepannya bagi lingkungan dan budaya Bali hal tersebut tentunya akan berimbas kepada pariwisata Bali. Bali sebagai sebuah pulau kecil mempunyai batas daya tampung dan daya dukung, masivenya perkembangan pembangunan di Bali tidak diimbangi kesadaran untuk menjaga lingkungannya. Mega proyek- mega proyek yang dibangun hanya mementingkan prestise dan keuntungan bagi segelintir pihak saja. 

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali ada 7 permasalahan lingkungan hidup di Bali, yaitu Sampah, Penurunan Kualitas dan Kuantitas Air, Abrasi Pantai, pelanggaran pemanfaatan tata ruang, kerusakan terumbu karang, penurunan keanekaragaman hayati di Bali, hingga luasan kawasan hijau yang masih kurang dari 30%. Sebagian besar permasalahan lingkungan di Bali diakibatkan oleh pesatnya pembangunan pendukung pariwisata. Dari hasil tersebut sudah dapat mencerminkan bagaimana pembangunan yang eksploitatif tersebut merusak Bali secara perlahan.

Pembangunan Mega Proyek di Bali sebenarnya sudah mulai semenjak Gubernur Ida Bagus Oka membuka keran Pembangunan Pariwisata selebar-lebarnya, banyak investor yang tertarik untuk menanamkan sahamnya di Bali, sehingga pembangunan menjadi tak terkontrol. Pulau serangan merupakan awal dari sesat pikir pembangunan mega proyek di Bali. Janji investor untuk mengembangkan pulau serangan dengan segala rencana proyek yang akan di bangun membuat masyarakat terlena saat itu. Namu janji tersebut tinggal janji, yang ditinggalkan dari rencana pengembangan pulau serangan tersebut adalah kerusakan lingkungan yang parah, reklamasi besar-besaran yang dilakukan di pulau serangan berdampak semakin tingginya abrasi pantai-pantai di Bali khususnya di Denpasar, Gianyar, Klungkung hingga Karangasem, selain itu habitan hutan mangrove dan terumbu karang juga rusak.

Sesat pikir pembangunan mega proyek selanjutnya adalah rencana pembangunan Bali International Park (BIP). Mega proyek yang akan dibangun di kawasan Jimbaran tersebut rencananya untuk menunjang kegiatan APEC. BIP akan di bangun dengan memakan lahan lebih dari 200 hektar. Luasnya lahan tersebut digunakan untuk membangun sejumlah wisma presisden, ruang pertemuan hingga akomodasi penginapan.

Sesat pikir dalam pembangunan mega proyek ini adalah pembangunan BIP seakan-akan sangat di butuhkan karena Bali tidak mempunyai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan besar sekelas APEC. Padahal Bali sudah biasa menyelenggarakan kegiatan internasional di kawasan Nusa Dua. Rencana pembangunan mega proyek ini mendapat penolakan besar-besaran dari LSM dan masyarakat yang peduli dengan lingkungan Bali alasannya adalah selain di Bali selatan sudah penuh sesak dengan akomodasi pariwisata, hal ini berdasarkan penelitian Kemenbudpar bersama Universitas Udayana di tahun 2010 menyatakan bahwa wilayah Bali selatan sudah mengalami over capacity akomodasi pariwisata sebanyak 9.800 kamar, belum lagi Gubernur Bali Mangku Pastika telah mengeluarkan Moratorium Izin Pembangunan Akomodasi Pariwisata, selain itu Prediksi krisis Air yang menghantui Bali ditahun 2015 dan masalah sengketa lahan dengan petani di kawasan tempat di bangunnya BIP juga menambah alasan kuat untuk menolak mega proyek ini.

Dari hal tersebut, tentu kita dapat menarik kesimpulan bahwa BIP hanya mendompleng kegiatan APEC yang berlangsung tidak lebih dari seminggu, namun akan menambah beban ekologi bagi Bali dalam waktunya panjang. Memang saat ini BIP tidak jadi dibangun untuk menunjang kegiatan APEC, tetapi rencana pembangunan mega proyek ini masih terus berlanjut, bahkan sampai saat ini sudah mendapat izin prinsip dari pemerintah Kabupaten Badung.

Jalan Diatas Laut atau yang lebih dikenal dengan JDP merupakan sesat pikir pembangunan mega proyek selanjutnya. Mega proyek prestius yang merupakan TOL pertama di Bali dan TOL pertama di Indonesia yang berada diatas laut menghubungkan Nusa Dua-Ngurah Rai-Pelabuhan Benoa. Kemacetan di Bali selatan merupakan alasan utama dibangunnya JDP selain sebagai pendukung kegiatan APEC.

Sesat pikir dalam pembangunan JDP bisa kita temui apabila kita tarik lagi ke belakang saat awal Bali selatan secara perlahan mulai macet parah yaitu sekitar tahun 2010, terjadi banyak perubahan alur lalu lintas disekitar simpang patung dewa ruci (depan mall bali galleria). Dulunya kendaraan yang keluar masuk ke mall Bali Galeria menggunakan pintu barat, tetapi sekitar tahun 2010 dirubah, masuk dari pintu utara dan keluar dari pintu barat. Selain itu kalau tidak salah ingat sebelum patung dewa ruci, tepatnya depan pintu masuk utara Bali Galeria dulunya ada jalan yang dipakai memutar kembali ke arah sanur namun tiba-tiba ditutup, sehingga mau tidak mau apabila kita dari arah sanur ingin memutar arah ke sanur harus melewati patung dewa ruci terlebih dahulu untuk memutar arah.

Sekarang coba kita bayangkan hal tersebut pada saat jam makan siang, ataupun jam pulang kerja karyawan hotel-hotel di wilayah Bali Selatan yang tinggal di Denpasar. Tentu hal tersebut akan kelihatan krodit dan sangat macet. Hal tersebut juga didukung belum maksimalnya transportasi umum di Bali dan banyaknya masyarakat pengguna jalan yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan. Dengan alasan kemacetan yang dapat dikatakan membuat frustasi masyarakat Bali tersebut, maka tahun 2011 pemerintah menawarkan pembangunan Underpass di patung simpang dewa ruci selain itu dibangun pula jalan TOL diatas laut. Dalam pembangunannya sendiri JDP tidak dibangun sesuai dengan aturan karena secara nyata telah melanggar dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yaitu melakukan pengurugan dengan limestone secara illegal.

Pengurugan tersebut menyebabkan kawasan yang dikenakan pengurugan airnya menjadi keruh dan banyak pohon mangrove yang mati. Selain itu nelayan disekitar JDP juga tidak bisa melaut untuk mencari ikan kembali, lantaran loloan tempat keluar masuknya kapal nelayan sudah diisi dengan tiang pancang.

Sesat pikir pembangunan mega proyek yang paling heboh adalah rencana reklamasi teluk benoa oleh PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) milik pengusaha Tomy Winata. Tidak tanggung-tanggung rencana proyek reklamasi teluk benoa ini memakan lahan 838 hektar, tentu bukan jumlah yang sedikit. Sesat pikir dalam pembangunan mega proyek ini adalah menjadikan alasan mereklamasi pulau pudut yang keadaannya mengkhawatirkan karena abrasi sehingga beberapa masyarakat tanjung Benoa setuju adanya reklamasi tersebut. Namun apabila yang direklamasi mencapai 838hektar, tentu tidak dapat diterima begitu saja mengingat dampak yang akan ditimbulkan. Kita harus ingat reklamasi di pulau serangan yang mengakibatkan abrasi besar-besaran disejumlah pantai di Bali, apabila teluk benoa kembali di reklamasi tentu akan semakin memperparah abrasi pantai di Bali.

Sesat pikir lain dari rencana mega proyek ini adalah menjadikan alasan pulau hasil reklamasi untuk menghalangi tsunami. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mungkin reklamasi yang dilakukan didalam teluk benoa tersebut dapat menghalangi bahaya tsunami? bukankah justru pulau hasil reklamasi tersebut yang terlindungi dari tsunami karena berada di dalam teluk?

Dalam proses pemberian izinnya juga banyak di temui cacat, SK Gubenur Bali bernomor : 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali diterbitkan tertanggal 26 Desember 2012 kepada TWBI menjadikan Feasibility Study UNUD yang belum final sebagai dasar dikeluarkannya SK tersebut, selain itu pemberian izin reklamasi diteluk benoa juga bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, karena kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi yang harus dijaga. Sebagai masyarakat Bali tentunya kita harus bertanya, ada apa sebenarnya di balik pemberian izin yang terkesan di sembunyikan oleh Gubernur Bali ini?

Selain mega proyek diatas masih ada lagi sesat pikir dengan menggunakan pariwisata sebagai kambing hitamnya, yaitu pemberian izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai kepada PT. Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22hektar dan juga pembangunan proyek Geothermal di Bedugul. Sesat pikir dalam pemberian izin pemanfaatan Tahura Ngurah Rai bisa kita lihat bahwa Bali kawasan hijaunya masih kurang dari 30% sehingga semestinya pemerintah menambah kawasan hijau, bukan malah memberikan izin pemanfaatan. Selain itu menjadikan sampah sebagai alasan utama pemberian izin kepada PT. TRB sangat sulit diterima, apalagi ditambah pemberian izin untuk membangun akomodasi pariwisata di tengah hutan mangrove tentu juga akan mengancam kelestarian hutan mangrove disana.

Kalau memang pemerintah provinsi Bali dalam ini Gubernur Bali ingin menjaga hutan mangrove seharusnya mengajak masyarakat sekitar untuk ikut serta mengelola, bukan malah langsung memberikan kepada investor. Jadikan Tahura tersebut sebagai tempat tujuan wisata, namun jangan sampai ada pembangunan di dalamnya.

Pemberian izin pemanfaatan tahura ini juga banyak kejanggalan yang ditemui, seperti ditutup-tutupinya pemberian izin. Masyarakat disekitar tahura saja tidak tahu gubernur telah memberikan izin kepada investor. Selain itu dalam izin tersebut juga investor dapat saja menebang pohon di Tahura hal tentu ini bukan jawaban kegelisahan dari Gubernur Bali yang memberikan izin kepada investor untuk menjaga tahura, ditambah lagi adanya rencana pembangunan akomodasi di dalam hutan mangrove menambah alasan sudah seharusnya izin tersebut dicabut.

Proyek Geothermal di begudul juga menjadi sorotan, sesat pikir dalam pembangunan Geothermal ini adalah pembangunan proyek Geothermal ini dilakukan di daerah Bedugul yang merupakan daerah resapan air. Selain itu dari hasil penelitian dari UNUD proyek Geothermal tersebut tidak menjanjikan pasokan listrik di Bali aman karena listrik yang dihasilkan kecil. Pembangunan proyek geothermal ini juga akan membabat ratusan hektar hutan di Bedugul untuk mencari sumber listrik. Hal tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat Bali.

Selain itu patut dicurigai pembangunan Geothermal merupakan salah satu cara untuk membuka lahan di daerah bedugul, agar para investor bisa berinvestasi disana. dugaan ini dikuatkan dari lokasi proyek Geothermal seakan sangat dipaksakan, dan pemandangan yang didapat juga sangat bagus.

Hal tersebut diatas hanya gambaran secara umum hasil diskusi kawan-kawan Walhi Bali. Walhi berjuang bukan untuk kepentingan politis atau kepentingan apapun, tetapi murni berjuang demi Bali yang sangat kami cintai. Pembangunan dengan alasan penunjang pariwisata sangat membabi-buta, bahkan aturan yang ada dilabrak. Sebagai masyarakat Bali harusnya kita bisa kritis dalam melihat hal ini, Bali memang tergantung kepada pariwisata tapi pariwisata juga sangat bergantung kepada lingkungan. Sudah seharusnya kita sadar bersama, bahwa apabila nantinya lingkungan Bali sudah rusak tentu pariwisata Bali yang akan menjadi korbannya.

Selain itu kita juga harus kritis kepada pemerintah sebagai pemegang kebijakan, jangan hanya obral izin saja, bahkan yang paling jelek adalah melabrak kebijakan yang telah dibuatnya sendiri. Seperti Gubernur Bali Mangku Pastika yang telah mengeluarkan Moratorium Izin Akomodasi Pariwisata di Bali selatan namun beberapa kali di labrak seperti dalam pemberian izin pembangunan BIP, Pemanfaatan Tahura kepada PT. TRB dan terakhir pemberian izin reklamasi kepada PT. TWBI.

Untuk masalah kemacetan juga jangan hanya membangun jalan yang diutamakan, tetapi buatlah kebijakan pembatasan kepemilikan kendaraan, hal ini untuk kebaikan kita bersama. Membangun jalan baru memang dapat mengurangi kemacetan, tetapi hanya dalam waktu tertentu saja. Contohnya di Jakarta, bahkan sudah ada jalan layang yang bertingkat tetap saja macet, hal ini karena jumlah kendaraan yang ada terus bertambah.

Diatas juga telah disebutkan permasalahan lingkungan hidup di Bali, seharusnya pemerintah berusaha untuk mengatasi hal tersebut, bukan malah mengobral izin sehingga menambah rusak lingkungan Bali. Selain itu jargon Clean and Green pemerintah provinsi Bali seharusnya bukan sekedar jargon tanpa tindakan nyata.

Stop eksploitasi lingkungan Bali dengan alasan pariwisata yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Gubernur dan DPRD sudah  sudah seharunya mengajak para Akademisi, LSM dan Stake Holder terkait untuk membuat kajian bersama secara komprehensif tentang daya dukung dan daya tampung Bali, sehingga dengan demikian bisa dibuatkan rencana kedepan demi pariwisata yang berkelanjutan di Bali. Ingat Pariwisata itu adalah Api, jika pariwisata tidak dikendalikan dengan kebijakan tepat, bukan berkah yang akan diterima, melainkan bencana.

Terakhir sebagai renungan kita bersama, apabila pariwisata di Bali sudah tidak lagi menjanjikan karena lingkungannya sudah rusak, para investor dengan mudah akan pergi meninggalkan Bali untuk berinvestasi di tempat lain. Kita sebagai masyarakat Bali lah yang akan menerima akibatnya. Kita harusnya sadar untuk menjaga Bali bersama-sama, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok, tapi untuk kepentingan bersama masyarakat Bali dan tentunya warisan untuk anak cucu kita nantinya.

“Bumi cukup untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk hidup, namun tidak cukup untuk memenuhi keinginan segelintir manusia yang serakah.” (Mahattma Gandhi)

2 komentar:

  1. mendukung sekali dengan artikel2 seperti ini, memberikan pencerahan pada masyarakat luas, tentang Bali dan Permasalahanya

    Pariwisata sudah cukup jauh melenceng dari awalnya, Bali sebagai daerah pariwisata Budaya bergeser ke pariwisata Belanja, toris berlomba2 untuk berbelanja, bukan lagi menikmati alam Bali

    semangat, terus menulis dan berbagi

    BalasHapus
  2. Untuk yang lagi galau, yang lagi bosan tidak tahu mau ngapain,
    tenang,,sekarang ada yang akan menghibur kalian sekaligus
    mengisi hari-hari kalian dengan games" online yang pastinya tidak akan
    mengecewakan kalian deh...

    yuk ikutan gabung bersama Pesonasaya.com
    Dapatkan Bonus Rollingan TO Sebesar 0,3 - 0.5% / Hari
    Bonus Referral Sebesar 20% Seumur Hidup

    * Minimal deposit hanya Rp 20.000
    * Minimal tarik dana Rp 20.000
    * Dilayani oleh CS profesional dan ramah
    * 24 jam online
    * Proses Depo & WD super cepat
    * No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
    * kamu berkesempatan menangkan Jackpot setiap harinya.

    Info lebih lanjut silahkan hubungi CS 24 Online Setiap hari melalui :
    * PIN BBM : 7A996166
    * WA : +85511817618

    Salam Sukses Pesonaqq.com

    BalasHapus