Sabtu, 13 Oktober 2012

Jangan Korbankan Hutan Mangrove dengan alasan apapun!




Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai  adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan letak geografisnya, Tahura Ngurah Rai terletak pada segi tiga emas pusat pariwisata Bali. Di sebelah timur terletak Pantai Sanur, di sebelah barat Pantai Kuta dan di sebelah selatan Kawasan Wisata Nusa Dua. Akses menuju Tahura Ngurah Rai juga sangat mudah karena dekat dari pusat Kota Denpasar dan juga dari Bandara Internasional Ngurah Rai, Tuban, Badung.

Selain terletak dikawasan yang strategis, pesona Taman Hutan Raya Ngurah Rai disebabkan oleh panorama khas hutan mangrovenya. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang  mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa  kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya : Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, proteksi terhadap gelombang atau angin kencang, Pengendali intrusi air laut, Habitat berbagai jenis fauna, Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang, Pembangun lahan melalui proses sedimentasi, Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air), dan juga sebagai Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain. 

Karena alasan diatas kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai kemudian menjadi daya tarik bagi para pemilik modal untuk mengembangkan usaha akomodasi pariwisata khususnya sarana wisata alam pada kawasan tersebut. Pengusahaan sarana wisata alam pada kawasan taman hutan raya memang dimungkinkan oleh beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 44). Namun bukan berarti pembenaran dengan alasan demi kepentingan pariwisata dan peningkatan PAD sehingga memberikan izin kepada investor untuk mengelola hutan mangrove tersebut yang dikhawatirkan dapat dapat merusak hutan mangrove dan lingkungan disekitar, mengingat pentingnya peranan hutan mangrove bagi kawasan pesisir .

Apalagi menurut BAPPEDA Provinsi Bali Luas Kawasan Hutan di Bali semakin sempit, saat ini di Bali proporsi kawasan hutan hanya 23% kurang dari target 30% luas wilayah Bali seperti yang diamanatkan dalam Perda RTRWP Bali pasal 59 ayat (3) huruf b yang menyatakan (3) Pengelolaan kawasan peruntukan hutan rakyat, mencakup:  b. mendukung pencapaian tutupan vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Pulau Bali. sehingga amanat dari Perda RTRWP Bali belum terpenuhi karena saat ini Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas 7%. Logikanya adalah seharusnya Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali menambah kawasan hutan di Bali.

Faktanya saat ini Pemerintah Provinsi Bali dengan Jargon Bali Clean and Greennya terlihat hanya sebatas wacana, dibuktikan dengan dikeluarkannya izin prinsip terhadap pemanfaatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai oleh Gubernur Bali kepada PT Tirta Rahmat Bahari seluas 102,22 ha melalui SK No 523.33/873/dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011, atas izin prinsip itulah pihak dirjen perlindungan Hutan dan Konservasi alam mengeluarkan SK 77/IV-SET/2012 tertanggal 9 mei 2012. Setelah itu keluarlah Keputusan Gubernur Bali No 1051/03-L/HK/12 diterbitkan pada tangal 27 juni 2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari.

Timbul pertanyaan kemudian Bagaimana konsistensi Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Bali didalam menjaga lingkungan di Bali,  apakah Jargon Bali Clean and Green yang selama ini selalu dikampanyekan oleh Gubernur Bali hanya sebuah kebohongan dan menjadi lips service dari Gubernur Bali saja. Selain hal tersebut patut juga dicurigai adanya orang yang mempunyai kedekatan dengan Gubernur Bali berada dibalik PT Tirta Rahmat Bahari, karena proses perijinan pengelolaan kawasan TNR seluas 102,22 ha sangat mudah dan cepat sampai-sampai DPRD Provinsi Bali sebagai lembaga Legislatif yang mengawasi Gubernur tidak mengetahui Gubernur Bali telah mengeluarkan izin untuk mengelola kawasan TNR seluas 102,22 ha.

Apabila dengan alasan peningkatan PAD dan juga karena besarnya biaya untuk perawatan Taman Hutan Raya Ngurah Rai dijadikan alasan untuk memberikan pengelolaan hutan mangrove kepada investor, mengapa Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk mengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai? Sebagai contoh saja di Desa Pakraman Padangtegal Ubud, Monkey Forest dikelola oleh desa adat, dan sampai sekarang hutan disana tetap terjaga dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, bahkan menjadi penghasil terbesar bagi desa. Seharusnya pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali harus mengkaji ulang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 102,22 ha kepada PT Tirta Rahmat Bahari mengingat pentingnya fungsi dari hutan mangrove tersebut dan untuk menunjukan bahwa pemerintah Provinsi Bali benar-benar menjalankan program bali clean and greennya.

Mahatma Gandhi Mengatakan bahwa Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak cukup untuk satu kerakusan. #SaveMangrove

Tidak ada komentar:

Posting Komentar