Sabtu, 07 Januari 2012

KONTROVERSI REVISI PERDA RTRWP PROVINSI BALI No. 16 Tahun 2009

Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menuai kontroversi dari sejak pembentukan sampai ditetapkan menjadi Perda. 7 kabupaten/kota di Bali menolak pemberlakuan perda tersebut bahkan saat ini seluruh kabupaten/kota di Bali secara positif meminta agar perda tersebut segera direvisi. Hal yang paling pokok menjadi penolakan dalam perda tersebut adalah ketentuan mengenai radius kesucian pura sesuai Bhisama PHDI, ketinggian bangunan serta batas/sempadan pantai.

Permasalahannya Perda RTRW Propinsi Bali yang mewujudkan ketahanan lingkungan mendapatkan tentangan dengan berbagai argumentasi dari sebagaian besar kabupaten kota di Bali. Argumen yang digunakan adalah Perda RTRW Bali dipandang sebagai perda yang tidak akomodatif terhadap kepentingan kabupaten/kota terutama menyangkut peningkatan Pendapatan asli daerah (PAD). Perda ini dianggap akan menghalang-halangi peningkatan investasi di daerah tersebut sehingga menghambat peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Dari pendapat itu seolah-olah apabila Perda RTRW Propinsi bali direvisi maka akan ada investasi dan ada peningkatan Pendapatan Asli Daerah, sehingga kesejahteraan rakyat di daerah tersebut akan meningkat. Namun Benarkah demikian? Dan siapa yang berani menjamin apabila Perda tersebut direvisi maka akan ada investasi dan ada peningkatan Pendapatan Asli Daerah, sehingga kesejahteraan rakyat di daerah tersebut akan meningkat?

Dalam pembentukan Perda ini tentu saja tidak mengesampingkan fakta bahwa Bali juga bertumpu kepada sektor pariwisata. Sehingga dalam pengaturan penetapan kawasan strategis Bali dari sudut kepentingan pariwisata juga diatur dalam perda ini, artinya sektor pariwisata dipandang sebagai potensi besar untuk mewujudkan kesejahteraan warga Bali. Dengan demikian maka pariwisata Bali yang bertumpu pada budaya dan keindahan alam Bali harus dijaga kelangsungannya. Dalam konteks inilah ketentuan radius kawasan suci, ketentuan ketinggian bangunan serta sempadan pantai menjadi elemen yang krusial dalam pemanfaatan ruang Propinsi Bali.

Perda RTRW Propinsi Bali tahun 2009-2029 yang mengacu pada Undang-undang no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, secara singkat dapat dikatakan sebagai sebuah peraturan yang cukup ideal dalam menjaga kelestarian lingkungan di Bali. Pasal 3 perda RTRW Bali secara tegas mendudukan tujuan perda ini adalah untuk mewujudkan ruang wilayah Propinsi Bali yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri berbudaya Bali, dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri Hita Karana yaitu falsafah hidup masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Dalam Perda RTRWP tersebut juga dimasukan Sad Kertih yaitu enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertih dan jagat kertih. 

Tetapi seperti pertanyaan di atas, sipakah yang akan di untungkan apabila Perda yang cukup ideal tersebut akan direvisi? Tentu yang di untungkan adalah para INVESTOR, Masuknya para investor, juga membuat perubahan dalam guna tanah dan budaya di Bali. Bukan hanya konversi lahan dari pertanian ke non pertanian, namun perubahan lahan yang dikarenakan adanya kegiatan wisata tersebut mulai mengancam lahan yang digunakan untuk peribadatan. Agama dan Budaya di Bali, sangat tidak dapat terpisahkan, sampai Bali dikenal dengan 'Pulau Dewata', begitu pula dengan budaya yang dibawa dari luar, sedikit demi sedikit mulai mengurangi kesakralan tanah dewata. Perubahan ini sangat mengkhawatirkan bagi Bali, sehingga Bali harus membuat 'resep' untuk pembangunan yang berkelanjutan, menyeimbangkan antara alam dengan kegiatan manusia, mulai merevitalisasi kembali kota dan bangunan yang bersejarah dan mulai mengadaptasi kearifan lokal untuk membentengi diri dari pengaruh buruk globalisasi yang dapat menghancurkan budaya Bali itu sendiri, makanya belakangan ini banyak orang yang bilang AJEG BALI yaitu Kembali ke Bali yang murni dan damai.. Dan siapa yang akan dirugikan apabila Perda tersebut jadi direvisi adalah Bali itu sendiri, karena wisatawan yang berlibur ke Bali adalah untuk melihat keindahan alam, adat, budaya dan kesakralan Bali itu sendiri, Wisatawan ke Bali bukan untuk melihat bangunan-bangunan Beton. Dari hal tersebut maka Jangan sampai karena iming-iming keuntungan dari investor tersebut kita mengorbankan Bali kita sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar